29 Tahun DIMPA

by - October 17, 2012

Ableh, demikian sapaan akrabnya, masih asyik di depan kaca sambil membenarkan kancing-kancing bajunya. Baju PDH organisasi berwarna coklat tanah itu sudah dikenakan sedari tadi, tapi belum benar ia kancingkan. Rokok Gudang Garam Surya masih menyempil mesra di bibirnya, asap yang dihisap diperkosanya habis di rongga mulut. Sedangkan segelas kopi hitam tergolek pasrah di kusen jendela kamar. Waktu sudah beranjak dari Maghrib, jam di dindingnya terus berdetak seolah memberitahunya bahwa ia harus mengejar waktu. Scraf keanggotaan berwarna merah dengan logo organisasi berwarna kuning sudah ia masukkan di saku celana belakang sebelah kiri. Ahhh... malam ini ia ingin secepatnya hadir di sekretariat untuk berkumpul bersama saudara-saudara di DIMPA, untuk merayakan Dies organisasi kepecintaalaman tersebut. 


Sebelum keluar kamar ia sempat melirik kertas undangan dies tersebut. Ia hapal benar, ulang tahun organisasinya adalah tanggal 17 Oktober. Sejenak ia ragu untuk melangkah keluar, diambilnya kertas itu dan dibaca ulang undangan tersebut. Syukuran dan renungan akan diadakan tanggal 16 Oktober malam, seperti mahfumnya kebiasaan dies di DIMPA sejak dulu. Sejurus kemudian ia melihat kalender, dan baru ia sadari bahwa petang itu sudah tanggal 17. "Cuk..!" umpatnya. Dengan lemas ia duduk di pinggiran tempat tidur. "kepet, tiwas seragaman rapi rek.. telat tibak e". Saya yang baru tiba di rumahnya langsung mengumpat, "cuk.. nang endi awakmu wingi kok gak oket?". Ableh yang punya nama lengkap Agus Hartono itu hanya diam sambil menyruput kopi yang tersisa.


* * *

Malam ini saya sudah hadir kembali di sini. Ditengah hiruk pikuk pemuda-pemudi berumur 20 tahunan, bahkan mungkin ada yang dibawah umur itu. Yang cewek sudah sibuk menata kertas bungkus nasi membentuk melingkar saling bersambungan. Sedangkan yang lainnya mulai menaruh nasi, sayur cap cay dan lauk pauk di atasnya. Pesta segera dimulai. Furqon, yang asli kotalama itu sudah menyelesaikan doanya sedari tadi, jebolan Fakultas Agama Islam itu merupakan satu-satunya anggota DIMPA yang setahu saya berasal dari fakultas tersebut. Cak Pendem, sang pendiri organisasi, juga terlihat asik berbincang dengan cak Dhasim yang bersila disampingnya. Sedangkan Rusma yang berada di samping saya masih dengan semangatnya bercerita ekspedisi Borneo yang pernah DIMPA lakukan dan dapat bertemu Suku Dayak Kerohei, sebuah suku nomaden yang sulit dijumpai. Hanif, Anggota Tetap baru itu mendengarkannya dengan seksama.


Dan saya, menikmati semua suasana itu. Sebuah rangkaian sosial yang sering membuat saya merindu untuk berkumpul kembali dengan keluarga saya yang satu ini. Sebuah keluarga yang jumlahnya selalu bertambah setiap tahunnya. Memunculkan karakter-karakter baru, tingkah-tingkah baru, yang kadang bikin kami berada di persimpangan jalan antara kebanggaan dan kemarahan. Tapi malam itu saya sangat optimis melihat mereka, semua penuh tenaga, penuh semangat. Boleh jadi saya kehilangan rekan-rekan sejawat saya macam Ableh, tapi suasana kemeriahan yang penuh sederhana malam itu masih dapat saya rasakan seperti halnya malam-malam dies belasan tahun yang lalu.

* * *

Selamat Ulang Tahun DIMPA, selamat ulang tahun para adik-adikku yang masih aktif di DIMPA. Jangan pernah kenal kata menyerah, tetap solid, kompak, dan utuh sebagai sebuah keluarga besar. Viva DIMPA. Never Give UP..!!!


terima kasih buat Cak Dhasim dan Pendenk atas foto-fotonya
ps. Ableh, where are you now ? we miss u.

You May Also Like

3 komentar