Liputan6.com, Jakarta: Pusat Perlindungan Orangutan atau Centre for Orangutan Protection (COP) menyebutkan, penegakan terhadap orangutan di Indonesia masih lemah. Meski kini hampir semua aturan telah dikeluarkan pemerintah. Tak heran jika keberadaan orangutan di Indonesia dikawatirkan akan punah.
"Komitmen dan dukungan masyarakat internasional juga terus mengalir melalui beragam proyek konservasi, dari riset di alam hingga rehabilitasi atau reintroduksi. Berbagai rencana aksi juga telah disusun. Kurang apa Hanya satu yang kurang dan itu adalah domain Kementerian Kehutanan, yakni penegakan hukum," ujar juru kampanye COP Hardi Baktiantoro kepada Liputan6.com, Rabu (28/9).
Menurut Hardi, masyarakat Indonesia harusnya berani melihat kenyataan, kita tidak membuat kemajuan apapun. "Ini bukan konflik antara manusia dan orangutan, tetapi genocide. Di atas kertas hitam putih, tidak ada alasan bahwa orangutan tak terlindungi. Aturan hukumnya sudah jelas."
Hardi menegaskan, tanpa penegakan hukum yang pasti, pembantaian terhadap orangutan di Indonesia akan terus terjadi. Menurut dia, langkah yang tepat saat ini adalah tindakan nyata, bukan agenda-agenda wacana.
"Dokumen-dokumen rencana aksi tidak akan menolong orangutan, upaya evakuasi hanya upaya sementara untuk menghindarkan orangutan dari pembunuhan, bukan solusi permanen. Orangutan yang akan dilepasliarkan hanya akan dibantai pemburu atau terpaksa dievakuasi lagi jika penegakan hukum tidak berjalan," tandas Hardi.
Dalam keterangan persnya secara tertulis, Hardi menyatakan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA Kaltim) dan Centre for Orangutan Protection (COP) telah mengevakuasi sedikitnya empat orangutan dari Muara Kaman, di sekitaran kawasan konsesi PT. Khaleda, anak perusahaan Metro Kajang Holdings Berhad Malaysia dan PT. Anugerah Urea Sakti.
Hingga hari ini tak ada yang dipenjara meski para pemburu bayaran itu mengaku membunuhi induk orangutan. Padahal para pekerja mengaku menyebarkan pisang yang sudah disemprot Furadan untuk meracuni orangutan.
Situasi yang sama juga terjadi di Muara Wahau. Pada 26 Juli 2011, BKSDA dan COP terpaksa mengevakuasi dua orangutan. Satu induk orangutan diidentifikasikan dibunuh para pekerja sawit Makin Group. Kuburannya dibongkar untuk mengetahui penyebab kematiannya. Mayat orangutan tersebut babak belur seperti terkena pukulan yang berulangkali, kedua pergelangan tangan luka dan jarinya putus.
Sementara di Kalimantan Tengah, COP mengidentifikasi satu tengkorak orangutan di sekitaran areal konsesi PT TASK dan mengevakuasi tiga anak orangutan yang ditangkap masyarakat. COP juga menemukan empat tengkorak orangutan di areal konsesi Wilmar Group pada tanggal 20 Agustus 2011.(AIS)