Hujan sangat lebat diluar sana. Membasahi dan merendam kota Surabaya sore ini. Aliran-aliran air hujan berlari-lari di jendela kaca, seakan berlomba menuruni lembaran kaca tebal ini. Saya melihat dengan takjubnya, merasakan betapa ada perasaan sejuk dibalik kaca tebal ini. Kurapatkan dudukku mendekati kaca ini, meletakkan pipi dan merasakan sejuknya.
* * *
Akhirnya, Jum'at sore ini kuputuskan untuk ke Jakarta, menaiki bis Kramatjati favoritku. Bis ini penuh kenangan antara saya dan istriku. Pada bis ini pula kisah cinta kami terajut, antara Jakarta dan Malang. Dan sore ini, rinduku sudah tak lagi kompromi. Saya cuman berujar ke hatiku, " aku bisa gila". Bayangan gelak tawa anakku Kila, senyuman teduh istriku, ataupun wajah baru anggota keluarga kami, daffa. Sering membuatku tak mampu menahan air mata terjun bebas membasahi. hah.. aku bisa gila.
* * *
Ketika bis melalui Lamongan, senjanya indah. Sisa-sisa sinar matahari yang akan tenggelam sempat membakar langit dengan awan-awan kecilnya yang ada. Indah sekali. Seindah rindu ini yang membutuhkan pertanggungjawaban. Tidak hanya dialihkan dengan minum kopi bersama ibnu dan harun. Tidak juga dialihkan dengan membunuh waktu mengecat dinding-dinding di rumah. Serta tidak pula dengan menghabiskan berbatang-batang rokok. Tetapi lebih dari itu. Saya butuh jawaban rindu.
* * *
Dan, ketika kubuka pintu gerbang rumah ini, halamannya sudah tak asing lagi bagiku. Dan tatapan kaget istrikupun menyambutnya. "haaa... bokis lo, katanye lagi bersih-bersih rumah..!" Ku tersenyum. Ku buru dirinya, ku peluk erat. Dia tahu aku rindu. Satu rinduku pun pecah ketika berhasil kutemukan kila dan memeluknya penuh rindu. Kali ini ia dapat menari-nari puas dihadapanku langsung, tidak hanya menari-nari dalam kerinduanku.