MULLER - SCHWANER
Muller - Schwaner adalah sebutan yang diberikan untuk gugusan pegunungan di bagian jantung Kalimantan (Heart of Borneo) yang menghubungkan langsung 3 (tiga) kawasan konservasi, yaitu : TN Betung Kerihun, TN Bukit Baka-Bukit Raya dan CA. Sapat Hawung. Selain itu, dilihat dari lanskap yang terbentuk, kawasan ini juga tidak dapat dipisahkan secara ekologis dengan kawasan TN, Kayan Mentarang dan TN. Danau Sentarum. Kedua pegunungan ini merupakan sebuah koridor ekologis yang menghubungkan berbagai jenis hidupan liar (flora fauna) beserta ekosistemnya di kelima kawasan konservasi tersebut, menjadikannya sebagai kawasan bernilai penting dan strategis dalam mendukung dan menyangga keberlangsungan kehidupan mahluk hidup termasuk manusia.
Sejarah nama Muller - Schwaner
Lebih dari satu setengah abad yang lalu, seorang ahli geologi, biologi dan petualang bernama gustaaf Adolf Frederik Molengraaff (1860-1942) menamakan wilayah ini dengan sebutan Pegunungan Muller dan Pegunungan Schwaner, yang ditujukan sebagai penghargaan bagi dua orang penjelajah Borneo yang berhasil melakukan ekspedisi yang luar biasa melintasi rimba Borneo yang nyaris tak pernah dimasuki oleh penjelajah sebelumnya (pristine forest).
Mayor Georg. Muller, pimpinan misi pemerintahan Kerajaan Belanda, pada tahun 1825 melakukan ekspedisi melintasi Hutan Borneo dari ujung timur hingga ujung barat. Tujuh belas tahun kemudian, seorang petualang berkebangsaan Jerman, C.A.L.M. Schwaner, melakukan dua rangkaian ekspedisi (1843 dan 1848) melintasi Borneo dari bagian selatan hingga barat Borneo.
Cakupan Kawasan dan Fungsi Muller - Schwaner
Luas keseluruhan kawasan pegunungan ini adalah sekitar 2.252.000 hektar, yang tersusun dari tipe hutan primer dan sekunder. Secara administrative, kawasan Muller - Schwaner berada di tiga Provinsi, yaitu : Kalimantan Barat (Kab. Sintang, Melawi dan Kapuas Hulu), Kalimanan Tengah (Kab. Murung Raya, Gunung Mas, dan Katingan), dan kalimantan Timur (Kab. Kutai Barat). Status fungsi kawasan hutan Muller - Schwaner meliputi Hutan Lindung, yaitu Bukit Batikap (Kalteng) dan Pangihan Lambuanak (Kalbar) yang pengelolaannya berada dalam kewenangan pemerintah daerah (dinas Kehutanan); serta sebagian Hutan Produksi (HP) dan HP Terbatas.
Kawasan Muller - Schwaner, dengan beragam sumber daya alam yang dikandungnya, tidak dapat dipungkiri lagi fungsi dan peranannya dalam mendukung keberlangsungan hidup masyarakat adat lokal. Beratus-ratus tahun lamanya masyarakat adat (suku dayak) memenuhi kebutuhan hidup, agama, dan tradisibudayanya dari pemanfaatan kawasan ini. Suku dayak terbagi dalam 11 dialek merupakan masyarakat yang dikenal arif dalam pemanfaatan sumber daya alam (hutan). Pegunungan Muller yang bersambungan dengan Pegunungan Schwaner merupakan kawasan tangkapan air bagi sungai-sungai besar di Kalimantan dan berperan sebagai "menara air" di jantung Pulau Borneo. Singai-sungai besar itu antara lain Sungai Kapuas, Katingan, Kahayan, Barito, dan Mahakam.
Selain sebagai kawasan tangkapan air yang penting di pulau kalimantan, kawasan ini menyimpan beragam jenis sumber daya hutan yang diperlukan untuk menunjang kehidupan masyarakat disekitarnya. Sebuah kajian etnobotani di Desa Tumbang Naan menunjukkan intensitas ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya hutan. Dari sekitar 400 jenis tumbuhan yang biasa dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan masyarakat setempat, hanya baru 50 jenis yang telah dibudidayakan, sedang selebihnya masih diambil langsung dari alam.
Pesona Hayati Muller - Schwaner
Tingginya keanekaragaman hayati yang dikandung oleh kawasan ini menjadi salah satu dasar dari upaya kita bersama untuk melindunginya. Sekita 65% dari seluruh jenis burung yang ada di Kalimantan, dapat kita temukan di kawasan ini. selain itu, dari hasil penelitian yang hanya dilakukan kurang dari tiga tahun, telah tercatat terdapat 2 jenis primata dan 1 satwa pemakan dagisng atau karnivola (Neofelis nebulosa) yang terdaftar sebagai Appendix I CITES, 2 primata dan 1 jenis binatang pengerat yang terdaftar sebagai Appendix II, dan 5 jenis ikan yang baru tercatat (new record). Hal ini menggambarkan sebegitu tingginya kekayaan hayati kawasan pegunungan Muller - Schwaner.
Sumber : dicukil dari buku "NAKHODA,Leadership Dalam Organisasi Konservasi", oleh Wiratno
Sejarah nama Muller - Schwaner
Lebih dari satu setengah abad yang lalu, seorang ahli geologi, biologi dan petualang bernama gustaaf Adolf Frederik Molengraaff (1860-1942) menamakan wilayah ini dengan sebutan Pegunungan Muller dan Pegunungan Schwaner, yang ditujukan sebagai penghargaan bagi dua orang penjelajah Borneo yang berhasil melakukan ekspedisi yang luar biasa melintasi rimba Borneo yang nyaris tak pernah dimasuki oleh penjelajah sebelumnya (pristine forest).
Mayor Georg. Muller, pimpinan misi pemerintahan Kerajaan Belanda, pada tahun 1825 melakukan ekspedisi melintasi Hutan Borneo dari ujung timur hingga ujung barat. Tujuh belas tahun kemudian, seorang petualang berkebangsaan Jerman, C.A.L.M. Schwaner, melakukan dua rangkaian ekspedisi (1843 dan 1848) melintasi Borneo dari bagian selatan hingga barat Borneo.
Cakupan Kawasan dan Fungsi Muller - Schwaner
Luas keseluruhan kawasan pegunungan ini adalah sekitar 2.252.000 hektar, yang tersusun dari tipe hutan primer dan sekunder. Secara administrative, kawasan Muller - Schwaner berada di tiga Provinsi, yaitu : Kalimantan Barat (Kab. Sintang, Melawi dan Kapuas Hulu), Kalimanan Tengah (Kab. Murung Raya, Gunung Mas, dan Katingan), dan kalimantan Timur (Kab. Kutai Barat). Status fungsi kawasan hutan Muller - Schwaner meliputi Hutan Lindung, yaitu Bukit Batikap (Kalteng) dan Pangihan Lambuanak (Kalbar) yang pengelolaannya berada dalam kewenangan pemerintah daerah (dinas Kehutanan); serta sebagian Hutan Produksi (HP) dan HP Terbatas.
Kawasan Muller - Schwaner, dengan beragam sumber daya alam yang dikandungnya, tidak dapat dipungkiri lagi fungsi dan peranannya dalam mendukung keberlangsungan hidup masyarakat adat lokal. Beratus-ratus tahun lamanya masyarakat adat (suku dayak) memenuhi kebutuhan hidup, agama, dan tradisibudayanya dari pemanfaatan kawasan ini. Suku dayak terbagi dalam 11 dialek merupakan masyarakat yang dikenal arif dalam pemanfaatan sumber daya alam (hutan). Pegunungan Muller yang bersambungan dengan Pegunungan Schwaner merupakan kawasan tangkapan air bagi sungai-sungai besar di Kalimantan dan berperan sebagai "menara air" di jantung Pulau Borneo. Singai-sungai besar itu antara lain Sungai Kapuas, Katingan, Kahayan, Barito, dan Mahakam.
Selain sebagai kawasan tangkapan air yang penting di pulau kalimantan, kawasan ini menyimpan beragam jenis sumber daya hutan yang diperlukan untuk menunjang kehidupan masyarakat disekitarnya. Sebuah kajian etnobotani di Desa Tumbang Naan menunjukkan intensitas ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya hutan. Dari sekitar 400 jenis tumbuhan yang biasa dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan masyarakat setempat, hanya baru 50 jenis yang telah dibudidayakan, sedang selebihnya masih diambil langsung dari alam.
Pesona Hayati Muller - Schwaner
Tingginya keanekaragaman hayati yang dikandung oleh kawasan ini menjadi salah satu dasar dari upaya kita bersama untuk melindunginya. Sekita 65% dari seluruh jenis burung yang ada di Kalimantan, dapat kita temukan di kawasan ini. selain itu, dari hasil penelitian yang hanya dilakukan kurang dari tiga tahun, telah tercatat terdapat 2 jenis primata dan 1 satwa pemakan dagisng atau karnivola (Neofelis nebulosa) yang terdaftar sebagai Appendix I CITES, 2 primata dan 1 jenis binatang pengerat yang terdaftar sebagai Appendix II, dan 5 jenis ikan yang baru tercatat (new record). Hal ini menggambarkan sebegitu tingginya kekayaan hayati kawasan pegunungan Muller - Schwaner.
Sumber : dicukil dari buku "NAKHODA,Leadership Dalam Organisasi Konservasi", oleh Wiratno
4 komentar
eh buset gw ajah yang berasal dari pulau itu baru tau info ini sekarang, hadohhhh, kemana ajeh gw selama ini, jadi bangga berasal dari sana, hihihihihihihihihiii
ReplyDeletemudah2an gak dijarah sama perambah hutan yg tak bertanggung jawab yah, dan semoga tidak dijual lagi ke negara lain. mungkinkah?
ReplyDelete@ Fai, makanya bangga donk... ikut jaga juga...
ReplyDelete@ edan : setuju bos
sudah berapa kali expedisi dan laporan2 yang ada tentang hsl Ekosistem, vegetasi, flora&fauna dan kekayaan alam lainnya. tp dlm hal menaikan legalitasnya masih gantung di pusat.. dan sangat di sayangkan orang luar yg lebih menggebu-gebu u/ legalitas dll. kita lihat hasil rapat lokakarya minggu depan, mau di bawa kemana pegunungan yg menjadi sumber penyangga n serapan air itu?
ReplyDelete