Mataku masih berat saat bunyi notifikasi pesan masuk. Bunyinya berderet, menandakan pesannya lebih dari satu. Tapi, kok nomer ini enggak ke save ya.
Cetung ...!
“wek, yok opo kondisimu?”
“iki arep ta ajak kumpul-kumpul nek iso, yo ambek tarjo en mendhol”
“soale tepak iki, pas kunam teko ndik Malang”
“sesuk arek e wis mbalik samarinda maneh, mangkane njaluk ketemuan”
Mata saya perlahan terbuka, kesadaranpun mulai pulih. Tangan kiri saya sudah memakai arm sling, dan tidur miring ke kanan. Tak lama pandanganku tertuju pada jam dinding yang ada pada satu sisi ruangan pemulihan ini. Hmm, pukul 20.00 WIB, itu berarti 2,5 jam aku tidak sadarkan diri. Terakhir yang kuingat sedang merapal do’a-do’a dan dzikir saat terbaring di meja operasi.
Sebenarnya tempat ini lebih tepat disebut pos jaga atau pos loket. Namun, karena lokasinya yang asyik plus dilengkapi aliran listrik, wifi, toilet, dan musholla, menjadikan pos ini layak menjadi tempat kerja. Apalagi belakangan kami menambahkan sebuah dapur lengkap dengan pernak-perniknya, menjadikan pos ini layaknya kantor sesungguhnya.