Piala AFF baru saja usai, dengan menghasilkan juara baru, yakni Malaysia. Sebagai orang yang sportif, saya perlu ucapkan “selamat” kepada Malaysia, terlepas dari ulah suporternya yang jauh dari kata spotif ketika Leg I Final diadakan di Stadion Bukit Jalil – Malaysia. Saya tidak terlalu sakithati, karena FIFA-pun sudah memberi hukuman kepada FAM (PSSI-nya Malaysia) dengan denda $ 40 Juta dan 4 tahun larangan menghelat pertandingan Internasional.
Lepas dari kekalahan agregat, saya berikan aplaus kepada Timnas yang sudah berhasil mengobarkan kembali rasa nasionalisme kepada masyarakat Indonesia, dan menunjukkan perjuangannya di lapangan hijau. Tapi sayang, pengorbanan yang begitu besar tidak diimbangi oleh PSSI dalam berbenah dan menghelat acara akbar tersebut. Saya hanya mau bicara, kalau mau belajar jualan tiket cobalah belajar ke Panpel AREMA dan PERSIJA yang dapat menjamu puluhan ribu suporter kedua kesebelasan sehingga membuat penuh Gelora Bung Karno.
Supporter
Ketika pluit babak kedua berbunyi dari televisi 21 inci milik aris tetangga saya tempat Nobar, saya langsung berdiri dan memberi aplaus panjang (layaknya saya berada di stadion). Aplaus saya berikan kepada kedua tim yang bermain bagus, dan tentunya kepada seluruh supporter Indonesia yang memberikan “pelajaran” berharga bagi Supporter Malaysia, bagaimana menjadi supporter yang sportif. Kemenangan bukan satu-satunya tujuan utama, tapi ada hal lain yang mengikutinya, sportif dan nasionalisme. Itu yang tidak pernah terpikirkan oleh supporter Malaysia yang miskin pengalaman menjadi suporter yang baik dan sportif. Dan selayaknya kita tidak mengalami kemunduran dengan membalas perlakuan mereka, dan itu tidak terjadi di Gelora Bung Karno. Sekali lagi salut buat seluruh komponen supporter Indonesia.
The Conqueror
Kadang saya sangat panas jika mengingat ketidaksportifan Malaysia dan ulah para blogger mereka yang mengejek habis negara-ku Indonesia. Tapi mereka tidak sadar, bahwa bangsa yang mereka hadapi adalah negara “The Conqueror”, negara penakluk. Dari sejarahnya bangsa ini adalah bangsa penakluk. Dari jaman Sriwijaya, Majapahit, Samudra Pasai, hingga Kesultanan Demak, kita berhasil menaklukkan seluruh nusantara hingga semenanjung malaka. Negara ini berdarah negara yang “hobi” perang. Sejarah panjang kita, adalah sejarah peperangan, hingga kita dapat merebut Kemerdekaan juga dengan berperang, bukan diberi secara Cuma-Cuma seperti mereka.
Jadi tidak perlu kita berkecil hati hanya karena kalah di sepakbola, tetapi harga diri kita TIDAK..!!! Karena kita kaum pejuang yang mendahulukan rasa sportifitas, bukan menghalalkan segala cara dalam mencapai sebuah tujuan. Dan tidak perlu kita bangga ketika kita berhasil mencapai sebuah tujuan tetapi dengan cara yang tidak terhormat. Itu bukan cara pejuang, itu bukan cara The Conqueror, dan itu bukan cara Indonesia. Majulah terus bangsaku, jangan pernah takut, karena kita adalah kaum pejuang, karena ada Garuda Di Dada Kita.
“Ujian terbesar bagi keberanian di muka bumi ini adalah berani menerima kekalahan tanpa kehilangan malu..” by Ingersol
Lepas dari kekalahan agregat, saya berikan aplaus kepada Timnas yang sudah berhasil mengobarkan kembali rasa nasionalisme kepada masyarakat Indonesia, dan menunjukkan perjuangannya di lapangan hijau. Tapi sayang, pengorbanan yang begitu besar tidak diimbangi oleh PSSI dalam berbenah dan menghelat acara akbar tersebut. Saya hanya mau bicara, kalau mau belajar jualan tiket cobalah belajar ke Panpel AREMA dan PERSIJA yang dapat menjamu puluhan ribu suporter kedua kesebelasan sehingga membuat penuh Gelora Bung Karno.
Supporter
Ketika pluit babak kedua berbunyi dari televisi 21 inci milik aris tetangga saya tempat Nobar, saya langsung berdiri dan memberi aplaus panjang (layaknya saya berada di stadion). Aplaus saya berikan kepada kedua tim yang bermain bagus, dan tentunya kepada seluruh supporter Indonesia yang memberikan “pelajaran” berharga bagi Supporter Malaysia, bagaimana menjadi supporter yang sportif. Kemenangan bukan satu-satunya tujuan utama, tapi ada hal lain yang mengikutinya, sportif dan nasionalisme. Itu yang tidak pernah terpikirkan oleh supporter Malaysia yang miskin pengalaman menjadi suporter yang baik dan sportif. Dan selayaknya kita tidak mengalami kemunduran dengan membalas perlakuan mereka, dan itu tidak terjadi di Gelora Bung Karno. Sekali lagi salut buat seluruh komponen supporter Indonesia.
The Conqueror
Kadang saya sangat panas jika mengingat ketidaksportifan Malaysia dan ulah para blogger mereka yang mengejek habis negara-ku Indonesia. Tapi mereka tidak sadar, bahwa bangsa yang mereka hadapi adalah negara “The Conqueror”, negara penakluk. Dari sejarahnya bangsa ini adalah bangsa penakluk. Dari jaman Sriwijaya, Majapahit, Samudra Pasai, hingga Kesultanan Demak, kita berhasil menaklukkan seluruh nusantara hingga semenanjung malaka. Negara ini berdarah negara yang “hobi” perang. Sejarah panjang kita, adalah sejarah peperangan, hingga kita dapat merebut Kemerdekaan juga dengan berperang, bukan diberi secara Cuma-Cuma seperti mereka.
Jadi tidak perlu kita berkecil hati hanya karena kalah di sepakbola, tetapi harga diri kita TIDAK..!!! Karena kita kaum pejuang yang mendahulukan rasa sportifitas, bukan menghalalkan segala cara dalam mencapai sebuah tujuan. Dan tidak perlu kita bangga ketika kita berhasil mencapai sebuah tujuan tetapi dengan cara yang tidak terhormat. Itu bukan cara pejuang, itu bukan cara The Conqueror, dan itu bukan cara Indonesia. Majulah terus bangsaku, jangan pernah takut, karena kita adalah kaum pejuang, karena ada Garuda Di Dada Kita.
“Ujian terbesar bagi keberanian di muka bumi ini adalah berani menerima kekalahan tanpa kehilangan malu..” by Ingersol