Saya masih asyik selonjoran di kursi kepik yang berwarna warni ini. Samping saya ada Ashar yang lagi asyik menikmati sebatang Dji sam soe, diseberang depan saya tengah asyik duduk Ibnu sambil ngoceh tentang serunya memancing, sampingnya kepik duduk pasrah diatas karpet dengan diapit kursi dan meja. Dua mahluk tambahan juga asyik menikmati rokok masing-masing, Harun yang anteng (atau sok anteng) juga berleseh diatas karpet bersama indra gepeng disisi kanannya. Pembicaraan siang hingga sore ini benar-benar menjadi bola liar, tidak menetap temanya. Dan tema panas sore ini telah berubah menjadi “serunya memancing” dengan pembicara utama Ibu dan Gepeng yang memang hobi memancing. Sesekali harun menimpali malas, yang malah bikin geli.
Selonjoran pasrah saya jadi tidak pasrah kala suara sms berbunyi dari hape saya yang genit itu. Berbalut warna depan biru yang sudah bingkai tidak orijinal sedang belakang berwarna hitam yang tetap mempertahankan sisi orijinalnya. Saya sedikit mengernyitkan dahi saat tahu pengirim sms itu. Istri saya. “pengen makan bakso. Bakso sumsum di singosari”, bunyi isi sms itu. Saya sempet geli mengingatnya, karena beberapa minggu yang lalu kami pernah datang ke warung itu, sekitar pukul 10 pagi. Dengan percaya diri kami masuk, duduk, dan menulis catatan yang hendak kami pesan. Tak berapa lama, tergopoh-gopoh sang pemilik datang dengan memakai celana pendek. “ada perlu apa pak?” tanyanya, belum sempat saya menjawan dia sudah nyahut lagi, “ooo..ngambil pesanan ya, yang telpon tadi pagi ya..”, kami tambah bingung saja. “bukan pak, saya ya mau pesan bakso, sekarang”, terang saya. “ oooo...belum buka mas, bukanya jam 4 sore nanti, ini masih masak”. Oalah ternyata warung buka itu tadi dikarenakan mereka sedang memasukkan bahan bahakr berupa kayu.
Tak berapa lama saya sudah membelah ramainya jalan Danau Toba untuk keluar dari kawasan Sawojajar, tempat kepik tinggal. Masuk jalan sawojajar kampung tembus mendit, blimbing, araya, raden intan, dan sampailah di balearjosari. Bersama istri dan Kila, anak kami, segera kami meluncur ke kawasan candi Singosari lokasi Bakso Sumsum berada, karena hari sudah semakin petang. Cukup ramai, untuk ukuran penjual bakso di dalam gang. Sesampainya, saya mencari meja kosong bersama Kila, sedangkan istri saya memesan bakso.
Tak berapa lama, saya, umi dan Kila sudah asyik dengan menu yang ada di hadapan kami. Kuahnya memiliki citra rasa sendiri walau tidak mencolok kenikmatannya. Begitu pula bakso kasar dan halusnya, standar bakso Malang-lah, maksudnya ya standar enaknya. Kelebihannya mungkin terletak pada bakso sumsumnya yang terdiri atas hati, sayang sekali bakso jenis ini terlalu tajam rasa hati-nya sehingga menutupi rasa baksonya. Istri saya yang dasar tidak suka hati, akhirnya dengan pasrah memindahkan beberapa butir bakso tersebut ke mangkok saya. Dengan senyum sumringah saya menerimanya. Hehehehe. Buat penikmat bakso, kata “bolehlah” sepertinya cukup mewakili untuk merasakan bakso sumsum ini. Tapi bersiap kecewa saja saat hendak memesan ataupun membayar, karena pelayanan yang kurang bagus sehingga membuat kita harus menunggu sedikit lama, hal ini bisa jadi karena wajah kita tidak dikenal oleh penjual yang lebih mendahulukan yang mereka kenal.
2 komentar
antarkan segera ke rumah sayaaaaaaaaaaaa
ReplyDelete@ fai : langsung....
ReplyDelete