Blackberry
Saya masih merasa geli.
Subuh dingin ini saya sedikit terlambat naik bis, bersama tetangga saya, Ferri, yang sama-sama menjadi manusia urban di Surabaya, akhirnya naik bis Dana Dhasih. Bukan bis biasa yang kami naiki, karena sudah berangkat sepuluh menit yang lalu. Ini sebuah bis PATAS yang memiliki tarif aneh. Yap, seluruh bis Patas yang berangkat subuh dan pagi buta dari Malang pasti memiliki tarif ganda, Jika kita tahu, cukup sodorkan uang sepuluh ribu maka kondektur akan berlalu, tetapi jika anda memberi uang tidak genap sepuluh ribu, maka tarif akan dianggap normal 15 ribu rupiah.
Tapi bukan itu yang membikin saya geli, melainkan seragam supir dan kondektur bis ini. Memakai batik lengkap dengan kopiah / songkok. Saya sempatkan berbisik kepada Ferri yang duduk tepat di depan saya, " kondekturnya arep buwuh ..." (kondekturnya akan pergi ke kondangan), hfffff... Ferri-pun menahan ketawanya. Mana songkok sang kondektur sedikit miring lagi.
***
Tapi ada lagi yang bikin saya geli. Sebuah gadget yang sedang meledak saat ini. Blackberry.
Bukan saya tidak tertarik, sumpah, apalagi kemampuannya, yakin bikin ngiler. Tidak mengherankan jika gadget ini disebut smart phone. Saking pinternya, istri sayapun terkena imbasnya, dan secara resmi ia menasbihkan diri sebagai penggunanya. Dan sebuah model storm-nya menemani setiap aktifitas sehari-hari.
Tapi bagi saya, blackberry tidak menarik perhatian, tidak membius saya untuk ikut-ikutan arus guna memiliki dan menggunakannya. Selain mahal, bagi saya, waktu saya lebih berharga untuk kegiatan lain dibanding ber - BBM atau memantau status FB dan nge-twit di tweeter.
tidak.
Geli. Saya merasa melihat pengguna blackberry terlalu asyik dalam menggunakannya sehingga seperti memiliki dunia tersendiri. bagaimana tidak asyiknya ketika kita berbincang-bincang dalam suatu suasana, ada seorang rekan kita atau kita sendiri asyik dengan dunia blackberry-nya. Dia berbicara tanpa memandang ke arah kita tetapi asyik dengan sinar lampu bleckberry. hahhh. Autis...
Eitss... saya pernah diprotes dengan penggunaan kata "autis" untuk penggambaran pengguna blackberry yang memiliki dunia-nya tersendiri tanpa peduli kita yang berada di dekatnya.
Bagi saya, telepon selular, kembali pada fungsi utamanya, yakni mengirim dan menerima informasi berupa suara atau tulisan dari dan kepada keluarga kita, kerabat dan handai taulan.
Subuh dingin ini saya sedikit terlambat naik bis, bersama tetangga saya, Ferri, yang sama-sama menjadi manusia urban di Surabaya, akhirnya naik bis Dana Dhasih. Bukan bis biasa yang kami naiki, karena sudah berangkat sepuluh menit yang lalu. Ini sebuah bis PATAS yang memiliki tarif aneh. Yap, seluruh bis Patas yang berangkat subuh dan pagi buta dari Malang pasti memiliki tarif ganda, Jika kita tahu, cukup sodorkan uang sepuluh ribu maka kondektur akan berlalu, tetapi jika anda memberi uang tidak genap sepuluh ribu, maka tarif akan dianggap normal 15 ribu rupiah.
Tapi bukan itu yang membikin saya geli, melainkan seragam supir dan kondektur bis ini. Memakai batik lengkap dengan kopiah / songkok. Saya sempatkan berbisik kepada Ferri yang duduk tepat di depan saya, " kondekturnya arep buwuh ..." (kondekturnya akan pergi ke kondangan), hfffff... Ferri-pun menahan ketawanya. Mana songkok sang kondektur sedikit miring lagi.
***
Tapi ada lagi yang bikin saya geli. Sebuah gadget yang sedang meledak saat ini. Blackberry.
Bukan saya tidak tertarik, sumpah, apalagi kemampuannya, yakin bikin ngiler. Tidak mengherankan jika gadget ini disebut smart phone. Saking pinternya, istri sayapun terkena imbasnya, dan secara resmi ia menasbihkan diri sebagai penggunanya. Dan sebuah model storm-nya menemani setiap aktifitas sehari-hari.
Tapi bagi saya, blackberry tidak menarik perhatian, tidak membius saya untuk ikut-ikutan arus guna memiliki dan menggunakannya. Selain mahal, bagi saya, waktu saya lebih berharga untuk kegiatan lain dibanding ber - BBM atau memantau status FB dan nge-twit di tweeter.
tidak.
Geli. Saya merasa melihat pengguna blackberry terlalu asyik dalam menggunakannya sehingga seperti memiliki dunia tersendiri. bagaimana tidak asyiknya ketika kita berbincang-bincang dalam suatu suasana, ada seorang rekan kita atau kita sendiri asyik dengan dunia blackberry-nya. Dia berbicara tanpa memandang ke arah kita tetapi asyik dengan sinar lampu bleckberry. hahhh. Autis...
Eitss... saya pernah diprotes dengan penggunaan kata "autis" untuk penggambaran pengguna blackberry yang memiliki dunia-nya tersendiri tanpa peduli kita yang berada di dekatnya.
Bagi saya, telepon selular, kembali pada fungsi utamanya, yakni mengirim dan menerima informasi berupa suara atau tulisan dari dan kepada keluarga kita, kerabat dan handai taulan.
3 komentar
setuju mas,..hehe
ReplyDeleteahhhhh jadi pengen punya BB lagi, hidupku hampa rasanya tanpa BB, wakakakakakakk
ReplyDeletewkwkwkwkwkwk.....
ReplyDelete