Suasana remang tapi terkesan klasik |
Beberapa bulan belakangan ini, jika saya melalui perempatan Pattimura, rumah pojok itu selalu ramai. Awalnya saya hanya mengernyitkan dahi. "ada apa seh, kok rame tuh rumah". Tapi, kelamaan saya sedikit penasaran. Pasalnya, saya paham benar rumah pojok itu. Sebuah rumah yang tidak kotak simetris, maksudnya untuk mendapatkan tambahan sedikit tempat tambahan di teras, maklum rumah ini di pojokan dan mepet sekali dengan jalan. Dulu terakhir saya masuk ke rumah pojok ini masih berupa tempat pangkas rambut. Sedikit tidak terawat. Kemudian beberapa waktu berubah menjadi tempat jualan rujak atau sejenisnya. itupun tak lama.
Tapi kali ini, rumah pojok itu, selalu ramai untuk ukuran rumah yang tidak besar. Sepeda motor berbagai jenis berjajar parkir rapi. Saya semakin penasaran saja. Hingga suatu ketika saya dengan awim (seorang calon polisi kehutanan di kantorku yang berperawakan kurus dan memiliki wajah sangat oriental alias cina) memutuskan untuk mencoba mampir di rumah pojok itu. Ternyata bernama Legipait Kesan pertama adaalah sempit dan ramai. Tapi jika diperhatikan secara seksama, perabotan meja kursinya modelnya jadul alias sedikit kuno. Cobalah tengok kursi meja yang disediakan di luar, saya teringat kursi dan meja belajar sekolahan. Kecil dan kokoh. Hanya nyaman diduduki berdua, kalau dipaksa duduk bertiga pastilah mepet banget. Tulisan Legipait cafe yang terpampang di dinding cukup menarik perhatian, terbuat dari kayu dan ada yang ditulis dengan aksara jawa (honocoroko). Belum tulisan dipapan kayu yang digantung dekat pintu, so sweet, klasik. Padahal kalau diperhatikan berbahan dasar kayu telenan untuk motong ikan atau sayuran di dapur. Masuk ke ruang tamu, ada sofa jadul kecil yang hanya satu dan sebuah meja didepannya. dua buah sofa tunggal beserta meja didempetkan ke arah jendela kotak besar. Benar-benar memanfaatkan ruang yang ada.
Untuk memesan minum dan makanan, kami harus masuk ke sebuah ruangan yang aslinya adalah ruang kamar yang disulap menjadi ruang semi bar sekaligus dapur kedua, karena dapur besarnya terdapat di dekat ruang pertama tadi. Tulisan menu dipaksakan penuh di sebuah papan tulis hitam dengan bahan tulisan dari kapur tulis yang full colour. awsome - lah. Coba perhatikan deretan menu tersebut, sangat padat. untuk ukuran orang yang pertama kali berkunjung, akan cukup kesulitan untuk menetukan menu, karena belum mengetahui menu apa yang menjadi favorit di Legipait ini. It's oke - lah karena dapat ditutupi oleh keramahan pemilik Legipait yang selalu menebar senyum dan joke. sangat ramah.
Akhirnya saya memutuskan mencicipi kopi tubruk arabika, susu coklat, dan pancake. Saya dan awim selalu mengambil tempat duduk di depan, karena lebih santai. Di Legipait ini, meja kosong tidaklah bertahan lama, selalu saja penuh. Jika ramai, maka akan ada kursi tambahan "dadakan" yang entah diambil dari mana.
Pengunjung..? Jangan tanya. Mayoritas berumur disekitar 20-an. Umur anak kuliahan lah. Saya dan awim nampak tua di Legipait, ya tentunya selain pemiliknya itu. hihihihi. Cowok cewek di Legipait sepertinya jumlahnya berimbang, riuh suasananya. Asyik buat suasana kongkow, walau kita datang sendirian, karena tempat ini cukup ramai, dan cukup baik buat melamun.
Saya rasa, pancake, adalah menu yang menjadi andalan di Legipait ini selain kopinya yang enak. Boleh sekali menjadi referensi bagi teman-teman yang berkunjung ke Malang dan berada di sekotar bundaran Tugu, bisa menghabiskan waktu di Legipait ini. untuk jam buka, dari papan tulis yang berada di bagian depan cafe adalah jam 3 sore hingga jam 1 malam.