Tetangga Dan Mangkok

by - June 14, 2022


Saat menikmati kopi pagi bersama ibu di teras, tak berapa lama bu Hajah Henny lewat sambil mengucapkan salam. Sejurus kemudian ia bilang hendak mengembalikan mangkok yang tertutupi tas plastik hitam. Tergopoh-gopoh ibu segera menghampirinyadi pintu pagar.

“Tuhkan ada makanannya”, ujar ibu sambil tersenyum. Tante Leny yang sedari tadi diam duduk manis, tersenyum sambil mengalihkan pandangannya ke mangkok yang kini telah berada di atas meja.

“Disini, kalau ngembalikan mangkok selalu ada isinya. Padahal kita mau ambil mangkoknya, tapi gak dibolehin, nunggu dikembalikan dengan ada isinya”, tambah ibu sedikit berapi-api.

“Koyok gak mari-mari”, cletukku. Gak mari-mari maksudnya tidak selesai-selesai. Seperti lingkaran, tak berujung. Nanti ada yang kirim makanan, kita akan kembalikan mangkoknya tentu dengan berisi makanan juga. Bisa sayur, buah-buahan, hingga jajanan pasar.

Dan itu yang membuat pemukiman kami guyub, dan saling sapa jika berpapasan. Bahkan ibu-ibunya jika arisan tidak di dalam rumah, tapi di pinggir jalan lengkap dengan meja dan kursi. Makan-makan bersama. Biasanya setiap yang datang membawa makanan apa saja untuk di makan bersama. Mirip-mirip botram sewaktu aku masih di Cikajang dulu. Maklumlah, pemukiman kami berada di gang yang buntu, jadi yang kesini ya hanya penghuni serta penjual sayur dan bubur.

Saya jadi teringat hadits Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam bersabda kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ


Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur (daging kuah) maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu.” (H.R. Muslim).

Memperhatikan adab bertetangga dengan memberikan makanan kepada tetangga dapat menciptakkan rasa kasih dan sayang. Apalagi kepada tetangga yang paling dekat dengan rumah kita. Sungguh indahnya saling berbagi.

You May Also Like

0 komentar