Kembali ke Gajayana

by - May 24, 2009


Usai sholat Ashar, segera saya pacu Supra-X Honda menuju ke kawasan jalan Semeru. Tampaknya hujan sempat menguyur sebagian kota Malang sore itu. Jalanan basah.

Melewati kawasan stasiun kota baru, belok kanan ke arah balai kota, waduh ... arah jalan dialihkan ke Suropati, ada arak-arakan marching band yang dilepas dari depan balai kota. Saya baru teringat, kalau sejak hari Kamis ada kegiatan Malang Tempo Doeloe IV. Dan sore ini memasuki hari ketiga, rencananya hari minggu besok akan ditutup. Ya, kegiatan dimana sepanjang jalan Ijen yang menjadi ikon kota Malang ditutup dan dijadikan arena ala tempo dulu, ya mulai bangunan, makanan, pakaian, hingga suasananya disulap ala tempo dulu atau jaman penjajah.
Saya sempat mengerutu abis, kurang dari setengah jam lagi sepakbola bakal dimulai di Stadion Gajayana, dan saya sudah niat abis untuk menontonnya, bukan pertandingannya yang saya cari, tapi suasananya di dalam stadion yang bikin saya kangen abis. Dengan dialihkannya tuh arah lalu lintas, otomatis saya harus menembus kemacetan yang ditimbulkan arak-arakan marchingband itu melalui Pattimura, Jagung Suprapto, belok kanan kearah oro-oro dowo, belok kiri ke arah Arjuno, nyelonong ke kanan dan sampai di parkiran dadakan Gajayana.
Baru celingukan cari tempat parkir yang oke, udah didatangin calo tiket.
- Saya yang lagi celingukan : " piro ?" (berapa harga tiketnya?) idiih panjang banget artinya.
- Calo tiket yang sok akrab : "podo ae bos, sepuluh ewu" (sama saja dengan loket, sepuluh ribu aje) hii artinya kok tetep panjang.
Saya sempet ngelirik ama harga tiket yang tertera didalamnya, memang sepuluh ribu rupiah. Ya maklum, ini yang tanding Persema bukan Arema, jangan harap harga tiket sama kalau Arema yang main. Tapi sejak Super Liga, home base Arema pindah ke Stadion Kanjuruhan yang kapasitasnya super besar, 40 - 50 ribu, bandingkan dengan Gajayana setelah renovasi yang sekitar 25 ribu aja.
Setelah parkir, secepatnya saya masuki Stadion Gajayana. Syukur alhamdulillah belum mulai, dan penonton belum banyak, ya maklum sekali lagi, yang tanding bukan Arema. Saya ambil posisi di tribun utara yang baru direnovasi dan lebih tinggi, enak lihat pertandingannya, tinggi. Saya bersyukur abis, akhirnya terkabul bisa ke stadion ini lagi, ya diitung-itung 3 tahu lebih saya tidak masuk stadion ini, ya sejak nikah. Kangen abiss. Kangen merasakan aura gemuruh aremania bernyanyi, berloncat bersama-sama, memaki bebas, meluapkan kegembiraan ketika gol terjadi, fuuuh benar-benar membuat rindu selalu kembali ke stadion ini.
Tapi, sore itu, aura itu tidak saya dapat, ya karena yang bertanding bukan Arema tapi Persema. Tapi setidaknya saya mendapatkan suasana khas Gajayana. Makian penonton ke pemain yang salah oper, celetukkan penonton yang bikin kita nyengir.
- Penonton gemuk : " j****k, iku mbom mbom ket mau gak iso nguasai bal, yok opo rek, koyok wong pelo.." ("kata makian khas jatim, itu mbom mbom (pemain persema) dari tadi kok tidak bisa menguasai bola dengan baik, gimana sih, seperti orang step aje).
- Penonton berkumis : " iyo i, wah amsli, pasti dek e iku ono masalah, mangkane gak dong, dadi yo gak iso konsen dang pertandingan, wis yakin aku arek e ono masalah abot" (iya, wah asli nih dia pasti punya masalah, makanya tidak bisa konsentrasi, sudahlah yakin saya, dia punya masalah berat).
atau ndengarin celetukan iseng pedagang asongan.
- Pedagang asongan nasi kuning : " nasi, nasi, seribu rupiah saja. gratis sendok stainless cina!"
- Penonton yang sering ke Gajayana dan sering mendengarnya : " sendok stainless cina opo? plastik ngono"
Asiknya nonton bola di Gajayana, kita bisa nonton sambil ngopi, merokok, atau bahkan makan. Mau makan apa? mau minum apa? kopi? minuman suplemen? Wah beragam abis, jualan nasi mulai yang seharga seribu rupiah sampai tiga ribu ada, kopi seribu aja, mau nescafe atau torabika. Atau sekedar nyamil, mulai krupuk upil, krupuk pasir, rambak, bak pao, tahu, lumpia sampai ales-ales, dijamin gak kelaparan di dalam.m Atau mau mbontot makanan sendiri dari rumah. Di Malang, nonton sepakbola sudah bukan lagi makanan suporter tapi penonton yang menganggapnya rekreasi sudah banyak. Seru. Nah suasana itu yang bikin saya selalu rindu untuk hadir di tengah-tengah pertandingan di dalam stadion. Mau sore atau malam.
Dan jangan berpikiran kita akan mendukung abis Persema sore itu, tidak saudara. Babak kedua mulai menyebalkan ketika Persema bermain jelek dan seolah-olah mengulur-ulur waktu, memang mereka unggul 1 gol. Tapi kami penonton butuh permainan yang bagus. Yang terjadi justru di menit-menit terakhir penonton (khususnya di tribun tempat saya duduk) justru mendukung tim tamu yakni PSPS Pekanbaru. Begitu PSPS dapat menyamakan kedudukan 1-1, bukan main tepuk tangan yang menggema. Saya semakin yakin, warga Malang sudah sangat dewasa dalam menonton bola. Dan sangat kecil kemungkinan ada kerusuhan karena sepak bola di Malang, dan saya belum pernah mengalaminya.
hmmmm ... Stadion Gajayana, akhirnya ada waktu juga bagiku untuk merasakan suasanamu kembali.

You May Also Like

0 komentar