Bis Penuh Cinta

by - March 29, 2011


Sore itu mendung gelap menggelayut. Dengan cepat saya pacu vespa strada biru ini meninggalkan kawasan Juanda menuju Terminal bungurasih. Sial, hujan sempat membelaiku sejenak, basah jaket parasut biru ini. Lengan seragamkupun basah, celana ataspun tak kalah basah. Tak berapa lama aku sudah asyik duduk disebuah kursi deret kedua dari pintu belakang bis, tepatnyanya sebelah kiri dan tempat favoritku, dekat jendela.

Sepasang muda-mudi membuyarkan senyum kecilku yang menunggu bis ini dijalankan. Mereka duduk tepat didepanku. Yang cewek berjilbab abu-abu dan yang cowok kurus berambut ikal serta berkacamata minus. Belakangan aku sedikit risih (atau iri ya) atas tingkah mereka berdua, yang cewek kuintip berwajah sedikit keras dengan rahang sedikit kotak dan kokoh, tetapi cara bicaranya manja, atau dimanja-manjain tepatnya. Ya biasalah orang pacaran. Sedangkan si cowok sok jaim, memandang lurus kedepan, walaupun si cewek berlagak manja ke dia.jaim yang gak macho.

Saya sedikit beruntung, atau tepatnya hujan badai ini membuat saya sedikit beruntung, karena hujan yang luar biasa deras sore ini, bis lengang, sedikit sekali penumpang yang naik. Jadi saya bisa dengan enak tidur selonjoran di kursi saya. Begitu pula ketika bis melewati ruas jalan porong yang terkenal macet karena adanya “bencana” Lumpur Lapindo, lancar, lenggang kangkung.

Ketika bis akan meninggalkan Pandaan, sepasang muda-mudi kembali naik. Kalau yang satu ini “masuk”lah, serasi. Sang cewek berwajah manis dan sedikit chubi, berkasual santai, berjilbab abu-abu gelap, jaket kaos putih, celana jins model pensil dan menenteng helm. Satu yang terakhir itu memang agak aneh. Si cowok, oke juga, model rambut ala penyanyi Armada atau wali, mata sedikit sayu, apa biar kelihatan cool ya, memakai celana selutut abu-abu, dan menenteng daypack hitam berbungkus parasut pelindung tas dari hujan. Ketika bangku didepannya ditinggal turun penunggu sebelumnya, merekapun segera “menguasai”nya. Si cewek langsung saja merebahkan kepalanya ke pundak si cowok. Mimik mereka berdua asli bkin ngiri, penuh senyum manis, aura pembicaraan yang hangat. Sedangkan saya, duduk sendiri kedinginan, hedeehh. Bikin ngiri, jealous.

Jadi pingin mengulangi lagi perjalanan berdua bersama istri saya dulu dari Malang ke jakarta menaiki bis malam Kramatjati. Bukan main, rasanya bis milik kita berdua. Banyak cerita yang kita bagikan bersama, mulai cerita tentang kita sendiri, teman, pemandangan malam di setiap kota yang kami lalui, hingga cerita-cerita horor. Hahhh.... dengan terjebaknya kita di dalam bis semalaman, tentu tak ada pilihan lain yang menyenangkan selain berbagai cerita, memegang hangat tangan pasangan kita, dan tertidur di pundaknya.

Lamunanku buyar, ketika adzan maghrib terdengar disela-sela kemacetan di tanjakan Purwodadi, kendaraan berbaris macet menunggu giliran lewat karena ada sebuah kejadian entah kecelakaan ataupun ulah sopir ngantuk dan ugal-ugalan yang mengakibatkan mobilnya selip. Tak perlu menunggu waktu lama, akupun mulai menenggak air putih dari botol minuman yang kubawa. Tidak lupa sepotong kue dan nogosari pemberian dian polhut di ruang UP ketika aku beranjak menuju parkiran kantor. Alhamdulillah..... terima kasih Tuhan, atas hari indah dari-Mu.

You May Also Like

0 komentar