"Um..", ujarku memulai percakapan pagi buta itu. Saat itu saya baru saja menyelesaikan sahur yang telah dipersiapkan oleh istriku. "Ummi berhenti kerja dari perusahaan tempat ummi bekerja kok seperti pembantu berhenti bekerja, begitu saja... tanpa ada pesangon atau hal-hal lain..", lanjutku dengan sedikit hati-hati. " Ummi kan HRD, pegawai tetap lagi, kok perusahaan ummi memperlakukan ummi seperti itu...", tanyaku berturut. Saya cukup lama berpikir untuk menanyakan hal ini, sejak beberapa malam yang lalu, ummi memelukku sambil menangis menceritakan keputusan beratnya untuk resign dari pekerjaannya yang menurutku mengagumkan itu. Saya tidak ingin membuka luka hatinya.
Betapa tidak, pihak manajemen pusatnya di Jakarta yang biasa ia panggil HO, begitu bersikap tidak adil dan semena-mena terhadap dirinya sehingga iapun lebih menjaga harga dirinya, lebih baik mengundurkan diri dari perusahaan yang ia ikut bangun dari nol ketika perusahaan tersebut membuka cabang di kota dingin ini. Ummi begitu merasa terintimidasi oleh sikap HO, begitu seringnya mereka menekan dengan mencari kesalahan-kesalahan sebagai dasar alasannya. Sungguh tidak masuk akal dan menyakitkan sekali.
***
Ummi menjadi seorang HRD bukan pertama kalinya di perusahaan home center dan furnishing ini, sebelumnya ia sudah pernah menjadi HRD juga di sebuah perusahaan sanitary dan air minum kemasan yang berkedudukan di Surabaya. Tetapi baru kali ini, ummi "dipaksa" berhenti kerja dengan sangat tidak hormat seperti ini, dan ini sangat menyakitkan, seakan-akan ummi seorang penjahat. Saya pilu mendengar ceritanya, sedih, hingga beberapa hari ini seluruh rongga kepala saya berisi pilu-nya hati melihat istri saya diperlakukan tidak baik oleh tempat ia bekerja. Saya kenal baik ummi, ia seorang pekerja tangguh dan profesional. Bahkan perusahaan-perusahaan tempat ia bekerja dulu masih sering mengajak ia kembali bekerja di perusahaan mereka, sampai-sampai diberi keleluasaan berkantor di kantor yang terdekat dengan Malang. Tapi ummi sudah berjanji pada saya, untuk bekerja tidak jauh dari anak kami di Malang.
***
Saya masih merasakan sesenggukan tangisnya dan aliran air matanya yang menetes di pundak. Ku belai lembut penuh kasih rambutnya. "Ummi, masih ingatkan, perusahaan ummi sudah banyak ditinggalkan oleh pimpinan dan staf terbaik mereka karena alasan yang sama, menurut abi, ummi adalah salah satunya orang terbaik di perusahaan itu, dan ummi juga harus keluar dari perusahaan itu untuk alasan yang sama. Abi yakin pasti telah ada jalan terbaik untuk ummi."
Hijrah, itu mungkin langkah terbaik untuk ummi, hijrah dari sebuah perusahaan yang telah dikuasai oleh segolongan manusia yang tidak bermartabat dan tidak profesional. Lebih baik ummi hijrah dari perusahaan tersebut, daripada ummi nantinya menjadi bagian dari mereka. Naudzubillah min dzalik.
1 komentar
speachless
ReplyDelete