SAYA DAN DIMPA, Chapter Two

by - July 18, 2012

Hangatnya senyuman dan jabat tanganmu ... saudaraku
"Memiliki Kegentingan Masing-Masing"

Pika, masih menunjukkan wajah melasnya di depan meja depan sekretariat. Alasan-alasan ia utarakan sejelas-jelas mungkin dihadapan saya, logat acehnya terasa kental di setiap kata yang meluncur dari mulutnya. Tak jauh dari kondisi kuliahnya yang amburadul. Itu alasan yang sangat khas untuk anak DIMPA, tapi tak cukup mumpuni untuk masuk ke telinga saya. 



Di sebelah saya duduk sejawatnya dalam pengurus harian inti yang masa jabatannya segera usai. Godhil. Saya lupa nama aslinya. Putera Rawamangun Jaktim itu, terdiam juga. Tak banyak kata yang ingin ia luncurkan, sebagai pembelaan untuk Pika ataupun untuk menjatuhkan Pika. Wajahnya tenang, berbeda dengan Pika yang menunjukkan kegentingan dirautnya. Apakah kehadiran saya siang itu di sekretariat, mendadak membuat mereka sedikit "tidak enak", tapi itu bukan maksud saya datang ke sekret siang itu. Wiwid, yang arek malang tulen itu, hanya duduk di barisan belakang bangku tempat duduk Pika. Ia merasa aman sekali, selain ia menginjak semester 9, pembawaannya yang arema itu turut mempengaruhi juga karena saya sendiri juga berasal dari Malang.


* * *

Saya tidak pernah ingin mencampuri terlalu dalam 'kegentingan' yang sedang terjadi, meski jika dilihat dari komentar saya di grup FB, saya bisa dikata "provokator". Tapi bukan itu maksud saya. Pemikiran pintar dan cerdas sering kali muncul ketika suasana semakin genting dan waktu yang semakin menyempit. Saya hanya ingin menimbulkan itu saja. Saya hanya tidak ingin mereka, adik-adik saya di organisasi ini, menjadi anak manja yang bermental krupuk.

* * *

Hingga matahari mulai menua, saya tidak menjumpai person-person yang saya harapkan dapat menampakkan wajahnya di sekretariat. Seperti marso (the aika), raqo, dwi, dan anggota muda lainnya yang akan pelantikan esok hari. Tapi saya cukup "terhibur" dapat membagi pemikiran saya dengan ani (yang ternyata nama aslinya titik, gak pas deh), Hasanah (saya berharap dia dapat menjadi Ketua), Pika, Wiwied, Wahyu, Godhil, dan beberapa anggota muda. 

Saya rasa, mereka semua mampu untuk melanjutkan jalannya organisasi ini ke depan. Mereka kadang merendahkan kemampuan yang mereka miliki. Kadang mereka juga lupa, bahwa mereka memiliki saudara tua, anggota sebelumnya, yang begitu banyak, yang juga pasti membantu mereka jika dalam kesulitan. Mereka juga sedikit kurang sadar, jika mereka akan selalu mempunyai adik-adik, yang setiap tahunnya terus bertambah dan membutuhkan bimbingan mereka. Bayangkan, mulia sekali bukan tugas mereka.

* * *

Langkah kaki saya terasa ringan ketika menuruni anak tangga keluar dari student centre ini. Angin dingin sore hari segera menyapa saya ketika saya menginjakkan kaki di halaman belakangnya. Saya masih ingat, setiap generasi yang dahulu dalam organisasi ini terbukti mampu menghadapi kegentingan di masa mereka. Dan, begitu pula generasi saat ini, mereka pasti mampu juga. Mereka hanya perlu mempercayai sebuah kepercayaan yang telah diberikan oleh teman, saudara mereka. Mereka hanya perlu merangkul kembali saudara-saudara mereka yang telah menunggu di sampingnya. Mereka hanya perlu, menyambut uluran tangan saudara mereka ketika mereka terjatuh. Mereka hanya perlu, untuk mempercayai bahwa kemampuan mereka itu perlu diperlihatkan agar mereka tidak dianggap masih anak-anak. hmmmm...


You May Also Like

4 komentar

  1. Betul Ca'..... seperti orang tua kita saat marah itu tanda sayang ternyata: hal itu baru kita rasakan setelah menjadi orang tua yang merasa genting terhadap anaknya.....
    Adik2 tetaplah semangat jangan jadi mental krupuk (layu ketika kena air)

    ReplyDelete
  2. keren, mas Tuek.saya paling suka kalimat penutupnya. asoooyyy :D

    a.n. Kastanye

    ReplyDelete
  3. kereeen, ms Tuek.saya paling suka bagian penutupnya..asssoooyy :D

    ReplyDelete
  4. @ the first person, itu harapan saya.
    @ anyi, the eksotik person ini dimpa ever, i hope you are ready to be the leader now.....

    ReplyDelete