Serak Jawa Yang Bersahabat

by - August 27, 2013

Burung hantu yang satu ini lebih dikenal dengan nama Serak Jawa, Tyto alba, atau burung hantu putih. Ukuran yang dewasa dapat menyamai seekor ayam jantan. Jantan-betina hampir sama dalam ukuran dan warna meski betina seringkali lebih besar. Kepala yang besar, kekar, membulat dan wajah berbentuk jantung dengan warna putih serta tepiannya coklat. Sedangkan matanya menghadap kedepan, berbulu lembut dengan warna tersamar. Pada bagian atas berwarna kelabu terang dengan sejumlah garis gelap dan bercak pucat tersebar pada bulu. Bagian bawah berwarna putih dengan sedikit bercak hitam, atau tidak ada. Paruh tajam, menghadap kebawah dan warnanya keputihan. 


Serak Jawa biasanya bertelur dalam setahun hanya sekali saja. Musim bertelur biasanya pada bulan Juni, tetapi pada beberapa kasus ditemukan juga yang bertelur pada bulan Februari. Hal ini dimungkinkan adanya pengaruh dari kelimpahan makan mereka, yakni tikus. Normalnya, jumlah telur yang dihasilkan antara tiga hingga empat butir saja. Pada lokasi yang ketersediaan pakannya berlimpah, jumlah telur dapat mencapai hingga tujuh butir. Hampir seluruh telur dapat menetas dengan baik utamanya pada telur yang berjumlah empat butir. 


Pusat Pengembangan Agens Hayati, Divisi Burung Hantu, yang pertama kali melakukan pengembangbiakan burung hantu ini di Desa Giriharjo, Ngrambe, Ngawi. Tujuannya sebagai pembasmi alami hama tikus yang terjadi di desa yang yang berada pada ketinggian sekitar 450  meter di atas permukaan laut tersebut. Dari desa ini pula berawal penggunaan pagupon sebagai rumah bagi Serak Jawa. Awalnya di desa ini hanya ada dua pagupon saja, yang didirikan pada tahun 1996. Pagupon tersebut didirikan di areal persawahan. Untuk mengisi pagupon tersebut diambil Serak Jawa yang bersarang di sekolah-sekolah, jembatan, atau pohon-pohon di sekitar desa. Dengan memindahkan anakan maka indukan akan ikut serta pindah ke pagupon yang telah disiapkan tersebut. Setiap pagupon biasanya diisi dengan sepasang burung hantu. 

Dari hasil yang telah dirasakan di desa Giriharjo, penyebaran pembangunan pagupon secara pelan tetapi pasti mulai meluas keseluruh kecamatan di kabupaten Ngawi. Hingga tahun 2012 saja jumlah pagupon yang telah berdiri di Kabupaten Ngawi berjumlah 186 buah.

Kandang Karantina bagi Serak Jawa akhirnya didirikan pada tahun 2004 di desa Giriharjo, letaknya dibelakang sekretariat kelompok Pusat Pengembangan Agens Hayati tersebut. Hal ini dilakukan untuk menampung anakan burung yang menetas di pagupon terlebih dahulu. Karena jika masih bersatu dengan anakan lain yang menetas belakangan, maka anakan yang lebih tua akan mulai menyerang anakan yang lebih muda. Serak Jawa anakan akan menempati kandang karantina ini paling lama selama 3 bulan, hal ini untuk menghindari burung hantu tersebut kehilangan naluri liarnya. Dari kandang karantina biasanya akan ditaruh pada pagupon baru atau dikirim ke daerah lain yang memesannya, jika tidak maka akan dilepasliarkan. 

Pada tahun 2006 dan 2007 merupakan puncak dari perkembangan Serak Jawa di kabupaten Ngawi.  Karena lonjakan perkembangbiakannya tersebut, sempat beredar isu bahwa Serak Jawa akan menyerang dan memakan walet-walet yang ada. Bahkan pernah ada sayembara untuk mengurangi jumlah dari burung hantu tersebut dengan hadiah uang sejumlah 100 ribu rupiah jika berhasil membunuh per ekornya. Kemudian kelompok agens hayati Giriharjo cepat bergerak untuk memberikan sosialisasi kembali mengenai Serak Jawa kepada para pengusaha walet, bahwa sebenarnya burung hantu tersebut bukanlah pemangsa Walet.


Kegiatan awal Pusat Pengembangan Agens Hayati merupakan misi sosial, karena bentuk kelompok ini juga merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat. Tetapi dengan terus berkembangnya penangkaran Serak Jawa yang mereka lakukan, maka  kelompok ini mulai kelabakan. Utamanya dalam memenuhi pakan burung hantu di kandang karantina. Hal tersebut dikarenakan pakan burung hantu saat itu berupa marmut, bukan lagi tikus seperti sebelumnya. Penyebabnya sudah sulit sekali untuk mendapatkan tikus disekitar desa. Di lain pihak permintaan akan burung hantu mulai berdatangan, utamanya dari perkebunan-perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi serangan hama tikus. Setidaknya sejak tahun 2007, pengiriman lebih dari 100 pasang Serak Jawa telah dilakukan ke berbagai daerah. Antara lain Gorontalo, Kutai Kertanegara, Menado, Sampit, Demak, Pontianak, Boyolali, Klaten, Yogyakarta, Blitar, Jombang, Mojokerto, Kendal, dan Tulungagung.


Saat ini, penduduk desa Giriharjo sudah tidak asing dengan keberadaan Serak Jawa di sekitar tempat tinggal mereka. Burung hantu tersebut tampak berburu tikus di wilayah pemukiman mereka. Ini disebabkan hampir sulit dijumpai tikus di persawahan desa mereka. 

You May Also Like

0 komentar