Kembali Ke Trenggalek

by - April 08, 2019


Menjadi sebuah kebiasaan, entah sejak kapan, jika kami berkunjung ke Trenggalek diawali dengan menyantap sate Warung Sido Mampir. Sebuah warung kecil yang terletak di seberang Terminal Surodakan, Trenggalek. Seperti 5 April 2019 kemarin, saat kami kembali berkunjung ke Trenggalek.


Entah sejak kapan kebiasaan ini berawal, namun seingatku dulu kami berbuka puasa Ramadhan di hari terakhir dengan menyantap sate di Trenggalek, tentu dengan gulenya. Ini karena kami selalu berlebaran di Trenggalek, kampung halaman bapak, dan berangkat di hari terakhir bulan Ramadhan. 

Menu Gulenya yang ... mmmm

Hanya saja dulu kami biasa makan di warung Mbah Ramli, dekat alun-alun. Dan entah sejak kapan pindah ke Warung Sido Mampir, dengan alasan rasa sate dan gule di warung Mbah Ramli sudah tidak enak lagi. 

jangan tanya sedapnya sate ini ..

Usai hilang rasa lapar, kami langsung menuju Dusun Kranding, Desa Tamanan yang tak jauh dari pusat kota. Tempat pertama yang kami tuju adalah pemakaman dusun tersebut, dimana bapak dimakamkan. Makam disini banyak ditinggikan, dengan alasan banjir yang sering melanda kampung ini.

Jalan menuju pemakan yang telah di paving

Bukan makam bapak saya, tapi makan disini ada yang ditinggikan


Usai memanjatkan doa untuk almarhum bapak kami, selanjutnya bersilaturohim ke saudara-saudara yang tinggal di Kampung Kranding. Seluruh kakak dan adik dari bapak tinggal di desa ini. Sehingga cukup mudah bagi kami untuk mengunjungi mereka. 

Biasanya rumah Paklik Jurianto yang kami jadikan jujugan untuk beristirahat dan parkir kendaraan. Karena lokasinya berada di depan rumah kakek, juga karena rumah beberapa saudara berada di kanan kiri rumahnya. Hanya beberapa saudara saja yang sedikit jauh, namun masih satu desa, dan saat pulang biasanya kami akan hampiri.

Yuk.. ke Masjid

Berhubung hari Jum’at, maka segera saya mempersiapkan diri dan berangkat ke masjid. Sebenarnya ini bukan masjid yang dulu tempat saya mengaji saat masih kelas 1 SD. Karena masjid tersebut sudah terlalu kecil dan dibangunlah masjid baru disampingnya.

Ketika tiba di Masjid, mayoritas yang telah tiba adalah kakek-kakek. Sedangkan yang muda mulai berdatangan saat adzan sudah berkumandang. Dan ... khotbah di masjid ini diberikan dalam bahasa Jawa Kromo alias jawa yang halus.

Masjid di tengah-tengah kampung

Sebelum pulang, tak lupa saya akan menikmati sayur terong dengan santan yang kental dan pedas, khas masakan dari zamannya nenek yang memasak. Dan sekarang bulek Titik yang memasaknya. Tak lupa kripik tempe khas Trenggalek menemaninya. Mak kres kres ...

You May Also Like

0 komentar