Nasi Gila Mburitan, Belakang Rumah Yang Kece

by - July 06, 2020


Lokasinya tidak terlihat dari pinggir jalan raya Pujon, ya ... seperti rumah biasa saja. Meski sempat ragu, namun papan nama besar bertuliskan Nasi Gila Mburitan meyakinkan hati untuk tetap nekat parkir sepeda motor di teras rumah tersebut.  Disampingnya ada gang kecil yang menjadi jalan menuju ke belakang rumah. Yup, Mburitan, dalam bahasa Jawa berarti belakang rumah.

Semua berawal saat saya membaca twit @yuwonooktav pada 23 Juni 2020 yang lalu. Dia berbagi thread tentang tempat Nasi Gila Mburitan ini. Penasaran dong ! Mana thread-nya memajang foto dan video lokasi. Widih ...


Konsep Retro tampat diusung oleh tempat makan ini, dengan memadukan bambu, jendela-jendela tua, furniture lawas, hingga kebun kecil yang dibuat persis di tengah-tengah lokasi. Dan kebun ini bukan sekedar penghias saja, namun benar-benar ditanami dengan Serai, Kenikir, Seledri dan beberapa tanaman berbunga. Sesekali bisa dinikmati kupu-kupu yang terbang diantara bunga yang sedang mengembang. Bahkan, tanaman seledri disini benar-benar dimanfaatkan sebagai bumbu makanan.


Sebuah jendela cukup besar menarik perhatian saya, dari jendela ini kita dapat menikmati pemandangan hamparan sawah yang berpagarkan Gunung Kawi dibelakangnya. Sesekali suara burung Raja udang mengisi ruang dengar kita dari arah persawahan.

Di sudut belakang terlihat beberapa peralatan kuno, seperti mesin ketik, wajan lama, tv tabung jadul, sepeda onthel kuno, hingga tungku masak zaman nenek saya. Pun demikian dengan meja kursi yang serba kayu ditata dengan rapi disamping tungku.


Deretan pot gantung menjadi pemandangan yang cukup umum di Mburitan. Pemiliknya tampak tak ingin menyia-nyiakan dinding sedikitpun untuk kosong. Berbagai tanaman hias dalam pot maupun botol ditata di berbagai sudut untuk menghiasi teras belakang rumah ini. 

Pemandangan persawahan dan Gunung Kawi juga bisa puas kita nikmati dari lantai dua. Disini lesehan menjadi pilihan yang tepat. Namun perlu dipersiapkan jaket jika memang ingin berlama-lama di lantai 2, selain dingin, hembusan anginnya juga mampu membuat masuk angin, hahaha.


Sumpah, tempat ini cukup asyik untuk menyendiri atau menyelesaikan tugas kantor yang sempat tersendat. Wifi disediakan di Mburitan, stop kontak listrik alias colokan dengan mudah bisa dijumpai. Juga toilet dan mushola.

Mengenai menunya, benar-benar tipikal masakan rumahan, berani bermain di bumbu. Dan kalau ke Pujon, yang minum susu-lah. Ke Pujon tanpa minum susu, ya kurang komplit. Plus, gorengan disini pakai petis, yang rasanya ... hem.


Sore itu, selain segelas susu, saya juga menyantap seporsi tahu telor, ini khas banget Malang-nya. Benar-benar makanan legenda, dulu saya sering menikmati tahu telor saat masih menjadi aktivis kampus. Kebetulan ada tahu telor “Sakera” dekat Kampus II Universitas Muhammadiyah Malang di Jalan Bendungan Sutami. 


Sebagai penutup, saya memesan gorengan. Total saya menghabis 26 ribu rupiah saja untuk semuanya. Bukan harga yang mahal untuk tempat yang asyik. Betewe, senja dapat dinikmati di tempat ini juga loh.

- Pujon -
12 Dzulqodah 1441 H
4 Juli 2020



You May Also Like

0 komentar