Menengok Pemanfaatan Air dari Kawasan Suaka Alam Pulau Bawean

by - April 24, 2008



Pulau Bawean yang berbentuk menyerupai lingkaran memiliki luas ± 190 Km2 dengan jumlah penduduk sekitar 68.086 jiwa ini terletak ± 150 Km dari sebeleh Utara Pulau Jawa. Kondisi Pulau bawean yang realtif kecil dan cukup terisolasi dengan jumlah penduduk yang cukup padat maka isu-isu pemanfaatan air dalam pulau cukup relevan untuk diangkat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kawasan Suaka Alam P. Bawean yang saat ini menutupi sekitar 63 % areal daratan Pulau Bawean berfungsi sebagai penyangga hidup (buffer zone) meningat jasa ekologinya dapat memberikan konstribusi yang sangat berharga bagi kehidupan. Salah satunya adalah fungsi hidroorologis.. Fungsi hidroorologis yang dimaksud adalah mampu menyuplai air secara kontinyu baik untuk fungsi irigasi, pertanian amupun kehidupan lainnya yang sangat penting bagi masyarakat Pulau Bawean.

Sumber dan Penguna Air

Adanya sumber-sumber air di Pulau Bawean karena menyediakan tempat resapan air seperti hutan primer di kawasan G. Nangka, G. Besar, G. Bengkoang, G. Dedawang dan juga menyediakan danau sebagai tempat resapan air yaitu Danau Kastoba dengan vegetasi yang masih utuh mengitari sekeliling danau. Ada banyak sumber air di Pulau Bawean tapi sampai saat ini belum pernah dihitung berapa besarnya jasa hidrologi secara menyeluruh di Pulau Bawean. Namun demikian dari data pemanfaatan air yang sudah ada, rekan-rekan polhut di Bawean telah mengumpulkan data pada tahun 2003 ini tercatat ada 18 sumber air berasal dari sumber di dalam kawasan Suaka Alam Pulau Bawean yang sudah dimanfaatkan untuk kepentingan sehari-hari seperti minum, cuci, mandi dll. Ke 18 sumber air tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat dari 46 dusun dari 16 desa dalam 2 wilayah kecamatan Sangkapura dan Tambak
Saat ini pemanfaatan air dari sumber-sumber teresebut belum dikelola secara baik, pengguna air dari masing-masing desa menggunakan saluran sendiri-sendiri menggunakan pipa paralon dengan berbagai ukuran. Bahkan satu sumber air terpasang beberapa pipa paralon sehingga berseliweran pipa-pipa yang terkesan semrawut.
Dari sekian banyak sumber air yang dimanfaatkan baru beberapa saja yang menggunakan bak penampungan yang berfungsi sebagai bak pembagi ke masing-masing desa. Selebihnya air dialirkan langsung dari sumbernya ke pipa. Disamping rawan gangguan kondisi ini juga tidak menjamin kualitas kejernihan air, kotoran/sampah atau material tumbuhan berupa daun dan ranting bisa ikut masuk kedalam saluran akhirnya menyumbat aliran air dalam paralaon, yang pada akhirnya meningkatkan biaya pemeliharaan.

Kompetisi Pemanfaatan Air

Air merupakan barang ultra essensial bagi kelangsungan hidup manusia , bahkan para ahli memprediksi bahwa air akan menjadi sumber konflik diabad ke 21 ini.. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan kondisi Pulau Bawean yang relatif cukup kecil, seiring jalannya waktu akan menimbulkan kelangkaan dan kompetisi pemanfaatan air yang akan memicu konflik horizontal maupun vertikal. Terlebih P. Bawean adalah pulau kecil yang mengandalkan keperluan air bersih dari sumber-sumber yang ada di pulau. Kekurangan iar di masa datang tidak mungkin lagi dipasok oleh Pulau Jawa yang saat inipun telah mengalami defisit Setiap tahunnya sebesar 13 milyar m3.

Akhir-akhir ini konflik pemanfaatan air di P.Bawean sudah mulai terasa lebih-lebih pada saat musim kemarau dima debit air berkurang. Beberapa kelompok petani pengguna air menganggap bahwa adanya akses masyarakat dengan pipanisasi dari dalam kawasan telah mengurangi jumlah air yang dipakai untuk kebutuhan pengairan. Disatu sisi kebutuhan air bersih untuk keperluan sehari-hari semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di pulau. Beberapa sumber air yang memberikan manfaat lain seperti Air Terjun Kuduk-kuduk ataupun Air terjun Latcar kini keindahannya semakin meredup karena debit air terjunnya semakin berkurang.

Konflik akibat perebutan air sangat mungkin terjadi dan krisis air di Bawean mungkin akan terjadi dalam waktu tidak lama. Hal ini sudah mulai dirasakan oleh sebagaian masyarakat (di Kumalasa), aliran air untuk ke rumah-rumah dijadwal 1 atau 2 jam dalam sehari mengingat persedian air yang sangat terbatas.

Antisipasi Sebelum Terlambat

Ada baiknya semua pihak yang berkepentingan di P. Bawean memikirkan langkah-langkah antisipasi terhadap terjadinya kelangkaan air atau krisis air di masa mendatang. Beberapa alternatif yang mungkin dapat dilakukan antara lain :

1. Aspek kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya air

Sampai saat ini di Bawean belum ada lembaga khusus yang menangani/mengelola sumber daya air terutama air untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pengairan. Penanganan kebutuhan serta kerusakan pipa dikoordinasikan oleh dusun atau desa setempat. Perlu dipikirkan adanya pengurus gabungan perkumpulan pemakai air di seluruh pulau yang melibatkan kelompok-kelompok masyarakat sendiri seperti halnya Mitra Cai di Jawa Barat atau Subak di Bali, dengan mempertibangkan aspek-aspek : keseimbangan, ketahanan dan kesetaraan. Difharapkan pembentukan kelembagaan supaya epektif tidak melahirkan biaya transaksi yang tinggi yang justru menghambat pengelolaan air yang optimal.

2. Penghematan air

Peningkatan efisiensi penggunaan air perlu menjadi prioritas semua fihak yang berkepentingan . Penghematan air dikala kekeringan serta penyimpanan air di kala berlebihan merupakan tindakan konservasi air. Aktivitas yang berintikan penghematan air bukan saja berarti menggunakan dalam jumlah sedikit tetapi juga menjaga ketersediaannya sepanjang tahun.

3. Penghijauan dan reboisasi di daerah hulu dan hilir

Sumber-sumber air di pulau kecil diantaranya berupa sungai atau parit, dari segi panjang dan dan kedalamannya sangat terbatas. Maka bila terjadi intensitas curah hujan yang tinggi, air hujan tentu akan segera masuk ke laut. Hal ini akan menimbulkan erosi dan tanah longsor bila kondisi vegetasinya buruk. Sejarah pengelolaan kawasan di masa lalu sebagai hutan produksi menyisakan kawasan hutan dengan vegetasi yang rawang dan perlu direhabilitasi, begitupula tanah-tanah milik masayarakat yang kondisinya terlantar perlu dimanfaatkan untuk ditanami/dihijaukan khususnya dengan tanaman yang berfungsi baik sebagai pengatur tata air dan pencegahan erosi. Kegiatan seperti ini tampaknya tidak sepenuhnya diserahkan instansi tehnis yang dengan dana dan personil yang terbatas. Di P. Bawean sendiri sudah mulai tumbuh upaya konservasi secara swakarsa dengan terbentuknya LEMBAH (lembaga Masyarakat Berwawasan Alam Hayati), dimana salah satu kegiatannya juga melakukan penghijauan.

4. Bambu jenis yang dapat memperbaiki tata air

Selain mempunyai fungsi ekonomi, bambu mempunyai fungsi ekologis sebagai pengatur tata air yang baik. Bambu memiliki batang yang kuat dan lentur hingga tahan angin, perakarannya sangat rapat dan menyebar ke segela arah baik menyamping maupun kedalam maka lahan di bawah tegakan bambu menjadi sangat stabil dan mudah meresapkan air. Bambu tahan kekeringan dan dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl sehingga sangat berpotensi sebagai penahan air. Di Indonesia sendiri ada kurang lebih 142 jenis bambu dari 1000 jenis yang ada didunia yang dapat dibudidayakan baik pada lahan milik masyarakat atau untuk keperluan rehabilitasi kawasan konservasi.

5. Pengembangan hutan rakyat

Masyarakat Bawean adalah masyarakat yang tidak asing lagi dengan keberadaan hutan, namun sejarah pengelolaan dimasa lalu sebagai hutan produksi yang kini beralih fungsi menjadi kawasan suaka alam tidak sepenuhnya diketahui oleh masyarakat Pulau Bawean. Beberapa lokasi hutan yang berdampingan dengan kawasan suaka alam pada umumnya merupakan hutan milik rakyat yang kondisinya ada yang baik tapi ada juga yang terlantar. Hutan seperti ini dapat berfungsi sebagai zona penyangga kawasan konservasi, dimana kebutuhan kayu dan hasil hutan ikutan lainnya dapat dipenuhi dari kawasan hutan rakyat. Sehingga diharapkan kondisi kawasan konservasi tetap terjaga fungsinya terutama fungsi hidroolrologis yang penting bagi masyarakat Bawean.

6. Disiplin Bangunan

Sekalipun luas pulau Bawean relatif kecil dan terpencil dari segi geografis namun mobilitas masyarakat Pulau Bawean cukup tinggi, mengingat cukp banyak masyarakat yang menggantungkan mata pencahariannya sebagai tenaga jasa di luar negeri (Malaysia dan Singapur). Hal ini juga membawa implikasi terhadap pesatnya pembangunan fisik rumah atau toko-toko yang menggunakan bahan tembok atau beton. Supaya air hujan yang jatuh meresap ke dalam tanah maka upaya menyisakan 40 % lahan sebagai ruang terbuka harus dipatuhi. Atau pembuatan sumur-sumur resapan di lingkungan bangunan rumah atau toko sebagai alternatif untuk peningkatan persediaan air tanah.

7. Bangunan Fisik

Pembuatan embung, cekdam, rorak, sumur resapan, terasering dll. Intinya berbagai tindakan ini untuk l\meningkatkan aliran air hujan dari hulu ke hlir disertai peningkatan penyebaran seluas-luasnya ke dalam tanah.

You May Also Like

2 komentar

  1. trimksh tas tulisan tentang pulau bawean. ku rindukan kampung halaman,.,

    ReplyDelete
  2. Semoga Bawean terus aman makmur dan sejahtera as my grandmother is still live there at Laut Gelur nearby Batu Sendi

    ReplyDelete