Saya ingat seorang teman bernama Jalu, dia aktivis pecinta alam di kota malang dari Universitas Merdeka. Suatu ketika kami bertemu di sebuah acara, saya sudah lupa acara apa itu, yang jelas ada acara makan-makannya. Tiba-tiba Jalu mendekati saya sambil menenteng piring berisi makanan, sambil berbisik ia berkata," ..sori wek (nama panggilan saya 'tuwek'), iki daging pitik kanggo awakmu ae yo", sambil keheranan dan sedikit senang (hehehe) saya terima ayam goreng itu sambil bertanya," kenapa, Lu?". "Sori lagi, aku vegeterian". Weh ... jarang-jarang saya jumpai orang vegetarian selama ini. Mungkin baru Jalu saja saat itu.
Dan memang, sejak saat itu setiap saya bertemu Jalu dan saya perhatikan memang dia seorang vegetarian, ini terlihat dari jenis makanan yang ia makan tidak terbuat dari bahan hewani.
Beberapa tahun yang lalu saya sempat menjalani gaya hidup ini, mungkin saat itu saya merasa bosan dengan jalan hidup saya dan memerlukan suatu perubahan yang membuat hidup saya menjadi sedikit menarik, ya saya pikir vegetarian lah, sekalian membuat badan lebih sehat.
Tapi bukan hal yang mudah menjadi seorang vegetarian itu, karena makanan yang hendak kita makan harus lebih selektif, bukan makanan yang yang terbuat dari hewani alias berbahan dari sayur-sayuran. Masih untung di Indonesia ini kita mengenal tempe dan tahu serta varian turunannya seperti menjes, mendol, lento dan lainnya. Sehingga dalam masalah lauk yang berprotein, kita bisa mendapatkannya.
Yang bikin susah, kalau kita ditraktir orang dan makanan yang ada membuat kita serba bingung, ditolak nanti tersinggung, dimakan berarti gak vegetarian. Seperti waktu saya makan dengan mantan pacar saya (sekarang jadi istri saya), ketika itu dia mentraktir saya makan spageti. Taukan spageti? Mie ala itali yang ada campuran cincangan daging itu. Terpaksa deh saya pilah-pilah sedikit demi sedikit. Melihat itu, mantan pacar saya itu hanya tertawa geli.
Hingga saat ini, setiap saya teringat vegetarian, saya selalu teringat Jalu teman saya dan meyakini bahwa betapa sulitnya gaya hidup tersebut, karena kita menghadapi berbagai pantangan dalam hal makananan.
Dan memang, sejak saat itu setiap saya bertemu Jalu dan saya perhatikan memang dia seorang vegetarian, ini terlihat dari jenis makanan yang ia makan tidak terbuat dari bahan hewani.
Beberapa tahun yang lalu saya sempat menjalani gaya hidup ini, mungkin saat itu saya merasa bosan dengan jalan hidup saya dan memerlukan suatu perubahan yang membuat hidup saya menjadi sedikit menarik, ya saya pikir vegetarian lah, sekalian membuat badan lebih sehat.
Tapi bukan hal yang mudah menjadi seorang vegetarian itu, karena makanan yang hendak kita makan harus lebih selektif, bukan makanan yang yang terbuat dari hewani alias berbahan dari sayur-sayuran. Masih untung di Indonesia ini kita mengenal tempe dan tahu serta varian turunannya seperti menjes, mendol, lento dan lainnya. Sehingga dalam masalah lauk yang berprotein, kita bisa mendapatkannya.
Yang bikin susah, kalau kita ditraktir orang dan makanan yang ada membuat kita serba bingung, ditolak nanti tersinggung, dimakan berarti gak vegetarian. Seperti waktu saya makan dengan mantan pacar saya (sekarang jadi istri saya), ketika itu dia mentraktir saya makan spageti. Taukan spageti? Mie ala itali yang ada campuran cincangan daging itu. Terpaksa deh saya pilah-pilah sedikit demi sedikit. Melihat itu, mantan pacar saya itu hanya tertawa geli.
Hingga saat ini, setiap saya teringat vegetarian, saya selalu teringat Jalu teman saya dan meyakini bahwa betapa sulitnya gaya hidup tersebut, karena kita menghadapi berbagai pantangan dalam hal makananan.
0 komentar