Primitif

by - February 09, 2011

Udara Surabaya pada 29 juli 2009 panas, seperti biasa ...
Peluh mengalir, membasahi setiap jengkal tubuh ini, menambah semakin lembah kondisi tubuh yang terbungkus seragam dan jaket hitam....
Kamera poket digital saya rusak, blank dah gambarnya. Sayapun tidak habis pikir, berbagai cara saya coba, apakah hanya layarnya saja yang gelap, jeparet sini jepret sana, tetap gelap hasilnya.
Akhirnya saya bawa ke tempat toko dimana saya membelinya beberapa tahun dulu. Sebuah toko kamera ternama yang berada di pusat kota Surabayadan menjadi pustaka bagi yang ingin membeli kamera dan handycam.
"Wah mereknya Pentax ya mas, langsung aja ke Service Centre-nya, deket, di jalan Pasar besar wetan". Langsung lah saya meluncur kesana, memang dari toko tadi hanya beberapa ratus meter saja.

Tak lama berselang saya sudah sibuk mencari toko yang bertuliskan PENTAX, nah tu dia pikir saya. Saya ragu juga sih, tidak meyakinkan untuk sebuah tempat yang bernama Sevice Centre, tapi saya tidak punya pilihan banyak.

Saya langsung berbicara pada penjaga toko yang ada pada pokoknya jika saya ingin servis kamera digital ini, tapi yang bikin saya bengong adalah pernyataan penjaga tokonya. Sambil tangannya bermain dengan tali kamera saya, dia berujar, " mas kamera ini akan dikirim ke Jakarta ya. Kita di sini cuman bagian ngirim aja".
What's? hampir loncat mata saya, "semua merek juga begitu mas, dikirim ke Jakarta dengan...", bla bla deh rincian biayanya.

Saya masih belum terima, selanjutnya saya kembali ke toko tempat saya beli tadi, pramuniaganyapun menjelaskan hal yang sama, saya belum terima juga, pergi ke toko saingannya yang sama-sama berlabel "bahagia" yang berada diseberang jalan. Pun sama.

Helllooooo....., ini Surabaya, yang notabene kota terbesar kedua di Indonesia, masa iya urusan membetulkan kamera digital poket saja harus dikirim ke Jakarta? Apa tidak ada yang sanggup menservis kamera digital di kota ini?
Saking keselnya saya berujar ke pramuniaga, "wah kita primitif banget ya, nyervis kamera aja harus ke Jakarta". Akhirnya, saya pasrah. “Ya sudah gus, bawa pulang saja, ntar kalo punya duit lagi beli yang baru, amin”, ujar saya dalam hati.

Udara panas surabaya mengiringiku membelah jalan darmo dan ahmad yani menuju selatan Surabaya.

You May Also Like

0 komentar