Hebatnya seorang ibu

by - March 01, 2010

Waktu menunjukkan pukul 07.30 WIB, sesaat aku memasuki ruangan kerja dan terduduk di depan komputer. Ruangan ini masih kosong, tadi di lapangan waktu apel pagi juga yang hadir tidak seberapa. Mungkin karena hari ini hari senin.


07.45 WIB, ku tersadar, ingatku umi (istriku) akan berangkat pagi-pagi ke kantor. Segera ku cek ke rumah orang tuaku, dimana Kila nanti akan dititipkan hingga sore, tapi tampaknya dari keterangan ibu, Kila dan umi belum tiba di rumah hamid rusdi tersebut *demikian aku memanggil rumah orang tuaku karena letaknya di Jl. Hamid Rusdi*. Kutekan hape esia-ku ke telepon rumahku dan yang menerima umi sendiri. "Kok belum berangkat um? katanya mau berangkat pagi-pagi?" tanyaku.

"Gimana mau cepet, dari tadi key rewel terus, aku cuci piring, rewel terus. makan cuman sedikit, dimandikan gak mau, ini sekarang aku sedang mbuka bajunya. aku sih dari tadi udah rapi, tinggal key ini loh, rewel terus..", ujarnya dengan nada semakin meninggi dari seberang telepon. 

"Sabar um, mungkin lagi sakit, key jadi rewel gitu, tapi gak demamkan? ya sudah cepet bawa ke rumah ibu saja, nanti makannya dan minum obatnya biar disana ya...", ujarku dengan membayangkan betapa repotnya istriku pagi ini. " 

gak sih, gak demam dia, ya udah abi, aku tak beresin terus berangkat..".
***


Ingatanku kembali ke sebuah rumah sakit di dekat rumah orang tuaku dua hari yang lalu. saat itu aku sudah begitu takut dengan keadaan key, karena dari pagi demamnya tidak turun dan sejak siang dia tidak mau makan. Setelah menjemput istriku dari kantornya, kami langsung membawa Kila ke UGD Rumah Sakit tersebut. Istriku lebih tampak tenang dibanding aku. Setelah memarkir sepeda motor segera ku larikan diriku ke ruang UGD tersebut, dan istriku menyambutku untuk segera membawa rekom dari dokter ke bagian informasi dan ke laboratorium. Kila harus cek darah petang itu.

Maka bergegaslah kami bedua ke laboratorium, istriku berjalan sambil menggendong Kila, aku menjajari langkahnya dengan membawa tas kerja istriku dan jaket Kila. Tak terasa air mataku leleh membasahi pipi, melihat Kila dibawa masuk untuk diambil darahnya. Aku tidak berani untuk melihatnya, istriku dengan tenang membawanya masuk. Ya, Alloh, anak sekecil itu harus diambil darahnya. Tidak lama terdengar tangisan Key yang begitu menyayat hatiku, diringi bujukan istriku ke Kila agar tenang. Semakin membanjirlah air mataku. Kucoba menyibukkan jempolku di tuts hape yang kubawa.
***

Ingatan itu benar-benar membawaku ke suasana melow. Dan betapa aku kasihan kepada umi, yang setiap pagi harus susah payah sendiri mempersiapkan key, memasak, membawa key ke playgroupnya dan lalu ke kantor. Demikian berjalan sejak kami memutuskan tidak menggunakan jasa pembantu karena selalu bermasalah. 

Bukan main, ingatan tersebut semakin membuat aku kecil dibandingkan istriku, bayangkan sejak mengandung anak kami selama 9 bulan, kemudian melahirkannya dengan taruhan nyawa, dan membesarkannya tanpa sedikitpun melupakan kewajibannya terhadap aku suaminya. Betapa hebatnya menjadi seorang istri dan ibu dari anak-anaknya....

You May Also Like

3 komentar

  1. keren banget.
    cita-citaku tuh mas.. jadi ibu, istri yang baik.. dan tetap bisa berkarir..

    ReplyDelete
  2. subhanallah, salut banget dg ibu (umi) yg satu ini. Aku bangga pernah mjd teman sekelasnya saat di UMM. Salam kangen Syam Widiani KD sekeluarga

    ReplyDelete
  3. hiks...hiks...terharu nieh..
    keren puoolll
    itulah hebatnya seorang istri..
    all round poko'e

    ReplyDelete