Tas, kayaknya gak bisa jauh - jauh dari aktifitas keseharian saya. Ya..mulai dari masa kuliah hingga kerja saat ini. Mulai tas jamannya Jayagiri - Dody masih ngetop hingga ke jamannya Alpina trus ke Eiger saat ini. Semua gak pernah jauh dari saya. Mulai sekedar membawa buku-buku kuliah hingga menemani perjalanan saya, entah itu naik gunung, menyusuri sungai, atau sekedar mudik. Mulai tas pinggang, tas pembawa air, tas dry bag untuk arung jeram, tas punggung, tas laptop, sampai tas carrier saya ada semua. Masing - masing saya gunakan untuk berbagai aktifitas yang berbeda, walaupun akhirnya ya serampangan juga penggunaannya. Contohnya tas punggung untuk membawa air yang mungil, berwarna kuning hitam dan bermerk garvan itu, sekarang fungsinya menjadi teman ke kantor bagi istri saya. Ya tentu saja kantong airnya dikeluarkan dari dalam tas. Karena ukurannya yang kecil dan lucu, jadi lebih ringkas bagi istri saya untuk membawa berbagai barang-barang kantornya yang serba mungil juga.
Saya ingat dengan tas Alpina hijau tua saya dulu, yang menemani kuliah hingga saya lulus, walau bukan tas punggung, tas ini sangat serba guna, bisa membawa buku-buku kuliah, proposal organisasi, laporan praktikum, kaos salin, handuk hingga peralatan mandi. Semuanya muat, maklum saya kuliah berangkat pagi pulang malam. Usai kuliah atau disela-sela jam kuliah, waktu saya juga saya habiskan untuk berorganisasi, mulai di majalah fakultas hingga kelompok pecinta alam. Sampai-sampai teman sekelas saya memberikan julukan ke tas saya tersebut sebagai lemari, karena semuanya ada di situ. Karena kadang juga ada bekal makan yang disiapkan oleh ibu saya, hehehe lumayan ngirit uang bensin dan uang jajan.
Hingga di tempat kerja, saya sangat identik dengan tas, sampai-sampai ada idiom, " kalo gak ada tas, bukan agus namanya". Mulai sekedar menemani ke kantor atau menemani ke kawasan konservasi tempat saya bekerja. Bahkan saya masih memiliki tas Dody - Jayagiri yang sekarang mungkin perusahaannya sudah almarhum. Walaupun berwarna norak, biru sabun colek dan kuning, tapi awet dan memiliki cerita yang panjang. Tas punggung ini tidak terlalu besar, saya dapat dengan harga murah karena saat itu di Dody - Malang ada diskon besar. Tapi tas ini menemani saya berarung jeram di sungai - sungai jawa tengah dan jawa timur. Sebagai tempat makanan, kadang pompa perahu, hingga peralatan tambal perahu. Bahkan tuh tas pernah ketumpahan lem-nya perahu. Jangan - jangan itu yang membuat tuh tas tidak jebol-jebol. Dan ketika saya bekerja tas ini pula yang sering saya bawa untuk membawa perbekalan, senter, kadang kaos salin ke kawasan konservasi. Saking klasiknya tas ini, hanya bisa dikenali oleh rekan-rekan pecinta alam yang sudah aktif minimal seumuran dengan saya. Seperti teman saya Edi Toyibi dari Tuban itu, suatu ketika kita ada kegiatan bersama di kawasan saya, dan ia melihat tas saya, " wuih.. sek ono rek tas jayagiri". Maklum, saat ini perusahaannya sudah kukut dan produknya sudah menghilang dari pasaran.
Saya dan istri saya rupanya sama-sama penggemar dan pengguna tas punggung. Maklum latar belakang kami sedikit mirip ketika kuliah dulu, hanya saja ia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan panjat tebing, sedangkan saya dengan arung jeram. Saking kompaknya, walaupun mudik ke Depok ataupun ada kegiatan keluarga sehingga kami harus segera berangkat dari Surabaya atau Malang, setidaknya ada tas punggung atau Carrier yang menemani kami. Seperti saat kami pergi ke Kebumen untuk menghadiri pemakaman nenek dari istri saya. Kami janjian ketemu dai Terminal Bungurasih, maklum saya berangkat dari kantor saya, sedangkan istri berangkat dari kantornya, dan kantor kami berada di kutub yang jauh berbeda di Surabaya, saya di selatan istri di utara. Tanpa janjian ternyata kami sama-sama membawa tas punggung. Maka berangkatlah kami sore itu ke Kebumen via Jogja. Dan ketika acara telah usai kami langsung pamit untuk kembali ke Surabaya via Malang karena hari senin langsung masuk kerja, melihat kami yang sama-sama nggemblok tas, salah satu bulik kami nyletuk, " wah dari taman kanak-kanak mana neh", hehehe saudara-saudarapun pada ketawa, barulah sepenuhnya kami sadari kami berdua sama memakai tas punggung dengan jaket flish yang bercorak sama, sehingga mirip anak TK mau ke sekolah. hehehe.
Maka, kamipun perlu sebuah tempat untuk menampung tas-tas kami tersebut, karena istri-pun juga memiliki tas untuk pendakian juga yang membutuhkan ruang untuk menyimpannya. Dan kami sisihkanlah tempat di lemari gudang dan sebuah koper besar untuk menampungnya. Hanya kami keluarkan tas yang kami pakai saja, yang tidak dipakai kami masukkan kembali ke tempatnya untuk disimpan kembali, agar tidak kelihatan semrawut karena banyak tas bergantungan nantinya.
Saya ingat dengan tas Alpina hijau tua saya dulu, yang menemani kuliah hingga saya lulus, walau bukan tas punggung, tas ini sangat serba guna, bisa membawa buku-buku kuliah, proposal organisasi, laporan praktikum, kaos salin, handuk hingga peralatan mandi. Semuanya muat, maklum saya kuliah berangkat pagi pulang malam. Usai kuliah atau disela-sela jam kuliah, waktu saya juga saya habiskan untuk berorganisasi, mulai di majalah fakultas hingga kelompok pecinta alam. Sampai-sampai teman sekelas saya memberikan julukan ke tas saya tersebut sebagai lemari, karena semuanya ada di situ. Karena kadang juga ada bekal makan yang disiapkan oleh ibu saya, hehehe lumayan ngirit uang bensin dan uang jajan.
Hingga di tempat kerja, saya sangat identik dengan tas, sampai-sampai ada idiom, " kalo gak ada tas, bukan agus namanya". Mulai sekedar menemani ke kantor atau menemani ke kawasan konservasi tempat saya bekerja. Bahkan saya masih memiliki tas Dody - Jayagiri yang sekarang mungkin perusahaannya sudah almarhum. Walaupun berwarna norak, biru sabun colek dan kuning, tapi awet dan memiliki cerita yang panjang. Tas punggung ini tidak terlalu besar, saya dapat dengan harga murah karena saat itu di Dody - Malang ada diskon besar. Tapi tas ini menemani saya berarung jeram di sungai - sungai jawa tengah dan jawa timur. Sebagai tempat makanan, kadang pompa perahu, hingga peralatan tambal perahu. Bahkan tuh tas pernah ketumpahan lem-nya perahu. Jangan - jangan itu yang membuat tuh tas tidak jebol-jebol. Dan ketika saya bekerja tas ini pula yang sering saya bawa untuk membawa perbekalan, senter, kadang kaos salin ke kawasan konservasi. Saking klasiknya tas ini, hanya bisa dikenali oleh rekan-rekan pecinta alam yang sudah aktif minimal seumuran dengan saya. Seperti teman saya Edi Toyibi dari Tuban itu, suatu ketika kita ada kegiatan bersama di kawasan saya, dan ia melihat tas saya, " wuih.. sek ono rek tas jayagiri". Maklum, saat ini perusahaannya sudah kukut dan produknya sudah menghilang dari pasaran.
Saya dan istri saya rupanya sama-sama penggemar dan pengguna tas punggung. Maklum latar belakang kami sedikit mirip ketika kuliah dulu, hanya saja ia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan panjat tebing, sedangkan saya dengan arung jeram. Saking kompaknya, walaupun mudik ke Depok ataupun ada kegiatan keluarga sehingga kami harus segera berangkat dari Surabaya atau Malang, setidaknya ada tas punggung atau Carrier yang menemani kami. Seperti saat kami pergi ke Kebumen untuk menghadiri pemakaman nenek dari istri saya. Kami janjian ketemu dai Terminal Bungurasih, maklum saya berangkat dari kantor saya, sedangkan istri berangkat dari kantornya, dan kantor kami berada di kutub yang jauh berbeda di Surabaya, saya di selatan istri di utara. Tanpa janjian ternyata kami sama-sama membawa tas punggung. Maka berangkatlah kami sore itu ke Kebumen via Jogja. Dan ketika acara telah usai kami langsung pamit untuk kembali ke Surabaya via Malang karena hari senin langsung masuk kerja, melihat kami yang sama-sama nggemblok tas, salah satu bulik kami nyletuk, " wah dari taman kanak-kanak mana neh", hehehe saudara-saudarapun pada ketawa, barulah sepenuhnya kami sadari kami berdua sama memakai tas punggung dengan jaket flish yang bercorak sama, sehingga mirip anak TK mau ke sekolah. hehehe.
Maka, kamipun perlu sebuah tempat untuk menampung tas-tas kami tersebut, karena istri-pun juga memiliki tas untuk pendakian juga yang membutuhkan ruang untuk menyimpannya. Dan kami sisihkanlah tempat di lemari gudang dan sebuah koper besar untuk menampungnya. Hanya kami keluarkan tas yang kami pakai saja, yang tidak dipakai kami masukkan kembali ke tempatnya untuk disimpan kembali, agar tidak kelihatan semrawut karena banyak tas bergantungan nantinya.
3 komentar
maaf revisi mas, Jayagiri perusahaan outdoor pertama di Indonesia yang sejak 1978 sudah berproduksi belum mati, sampai sekarang masih eksis!
ReplyDeleteproduk-produknya masih ada dan bersliweran di pasaran, walaupun memang tokonya ga sebanyak dulu, sekarang tokonya hanya ada di Bandung saja, daerah lain mungkin ada tapi hanya outlet atau toko campur yang menjual produk jayagiri...
salam lestari...
Wow ... ini kehormatan sekali dikomentari langsung oleh sang pemilik perusahaan Jayagiri, Mas, Om atau Pak Dody.
ReplyDeleteSebelumnya saya minta maaf jika tulisan saya tahun 2008 itu kurang valid datanya, maklum, sejak konter Dody - Jayagiri menghilang dari Malang, sejak itu pula saya tidak menjumpai produk2 Jayagiri.
Tanpa mengurangi hormat saya, bagi saya, Jayagiri adalah legenda. hingga saat ini, saya masih punya 2 tas punggung merk Dody - Jayagiriyang saya beli sejak jaman kuliah di tahun 90 an. 1 tas punggung biasa, yang satu lagi carrier mungil dg volume 15 liter mungkin.
terima kasih atas ralatnya.
Udah meninggal mas orangnya yg komentar tulisan anda..pak Dody meninggal 2019 kemaren
ReplyDelete