BUS

by - October 23, 2008

Suatu hari, istri saya menelpon ke hp. Ketika itu saya sedang berada di lobby atas kantor. Dengan suara sedikit lemas ia menanyakan keberadaanku. Tentu saja ini membuat saya sedikit cemas dan panik mulai menggerogoti pikiranku. Rupanya ia sangat khawatir, karena baru saja ia dapat kabar bahwa suami dari rekanan perusahaannya telah meninggal dunia kemarin karena kecelakaan. Belum jelas dimana, yang jelas ia bekerja di Surabaya seperti halnya saya, dan setiap hari kami pulang pergi Malang - Surabaya. Istriku khawatir dan mewanti-wanti saya untuk selalu berhati-hati dalam perjalanan.
Dengan pemindahan saya ke kantor Surabaya dan setelah kami menempati rumah kami sendiri, setiap hari saya pulang pergi Malang - Surabaya yang jauhnya 80 km. Dari terminal Bungurasih Surabaya saya lanjutkan perjalanan dengan menaiki scooter saya ke Juanda, letak kantor saya tersebut. Demikian setiap harinya. Jadi kalau dihitung-hitung, hampir 4 jam dalam sehari saya habiskan duduk dalam bis. 20 menit lainnya saya habiskan dengan naik scooter Juanda - Bungurasih.
Sebenarnya hal ini bukan barang baru, hampir 6 tahun saya lakoni juga begitu, hanya saja tidak tiap hari tetapi setiap minggu sekali, karena jaraknya cukup jauh. Waktu itu saya ditugaskan di Kantor Seksi di sebuah kota kecil dekat perbatasan Jawa Tengah, Bojonegoro. Pun, ketika kami masih pacaran jarak jauh dengan istri saya yang ketika itu masih tinggal di Kelapa Dua Depok. Pernah terjadi kecelakaan maut di sebuah daerah dekat Baureno - Bojonegoro antara bis dan truk. Kebetulan hari itu adalah senin pagi dimana biasanya saya berangkat ke Bojonegoro dari Malang yang membutuhkan waktu sekita 4 jam lebih. HP saya berdering, rupanya dari istri saya di jakarta yang menanyakan keadaan saya, karena kejadian kecelakaan itu diliput oleh Metro Tv. Dan benar saja, tidak begitu lama bis yang saya tumpangi melalui tempat kecelakaan tersebut. Wah mengerikan sekali.
Kadang serem juga naik bis, tapi saya tidak mempunyai pilihan yang lebih baik dibanding bis. Kereta, berangkat pagi sekali pukul 04.30 WIB dan baru tiba di Surabaya paling pagi pukul 07.00 WIB, sering juga molor. Memang murah tapi tidak tepat waktu. Naik sepeda motor? Wah boros di bensin dan di kesehatan. Bis, pilihan yang sangat masuk akal, cukup ekonomis, dan bisa tidur. Cukup ekonomis? ya, hanya anggota TNI dan POLRI yang menyebutnya SANGAT EKONOMIS. Tarip ekonomi Malang - Surabaya 8.000 perak, tapi jika anggota TNI - Polri, cukup bayar 3.000 perak saja. Tapi saya juga kadang menikmatinya, maklum seragam yang sama berwarna hijau mirip TNI, kadang membuat sang kondektur menganggap saya anggota TNI, sehingga sering di beri kembalian lebih. Tapi itu paling juga 1 -2 kali seminggu saja, gak sering banget. hehehe.
Untuk perjalanan jarak jauh, fuih bis is the best dah. Saya sangat menikmati sekali perjalanan jarak jauh dengan bis. Kadang saya dan istri terkangen-kangen jika sudah lama sekali tidak naik bis jarak jauh. Karena pacaran kami yang dibentangi jarak yang cukup jauh, maka kami cukup sering melakukan perjalanan Malang - Jakarta dengan bis, setidaknya sebulan sekali kala itu. Santai dan bisa menikmati pemandangan malam di setiap kota.
Dan saat ini, saya hampir terbiasa melakukan perjalanan pergi pulang bekerja. Senin hingga Jum'at. Ya ... nikmati saja deh ...

You May Also Like

0 komentar