K e p a r a t N e g a r a

by - March 05, 2009

Hari sudah sore, setelah mencolek si biru yang langsung berbunyi "tilulit", ah kerjaan terakhir, absensi. Vespa biru strada kunyalakan, ia menyalak nyaring, saking nyaringnya teman-teman se-kantor memanggilnya helikopter. Tidak kepalang lama, langsung kutelusuri jalanan Juanda menuju Terminal Bungurasih, memarkir terlebih dahulu vespaku di tempat parkir langganan. Lalu kuhamburkan diriku masuk dalam riuhnya calon penumpang sore itu.
Wajahnya ramah, penuh senyum ketika melihatku tiba di antrian bis ke Malang. Disodorkannya Koran Tempo yang biasa menemaniku sepanjang perjalanan ke Malang. Tidak lupa selembar ribuan kusodorkan balik ke dia. Segera kunaiki bis Restu dan mengambil posisi duduk di tempat kosong lajur kiri di dalam bus tersebut.
Biasanya, tidak ada yang dapat menarik saya untuk membaca halaman depan koran ini, dan akan kulalui kehalaman berikutnya. Tapi hari ini tulisan headline Koran Tempo sangat menyita perhatianku. "KPK menangkap petinggi PAN", wah apalagi ini, batinku. Mana ada denah dan kronologis penangkapan lagi. Segera kuhabisi baris demi baris, kolom demi kolom berita tersebut.
Bis baru berangkat, dan sosok wanita duduk disampingku. Tapi kekesalan telah tumbuh di hatiku. Kesal sekali. (Lagi-lagi) Anggota DPR yang terhormat Korupsi, ya dalam berita menerima suap, tapi ya Korupsilah itu namanya, karena dia melakukan pengaturan tender lalu sebagai rasa "terima kasih" dari perusahaan pemenang tender diberilah duit se-Milyar. SE-MILYAR SAUDARA-SAUDARA...! Bayangin uang segitu bisa untuk membangun gedung-gedung sekolah gratis agar masyarakat miskin bisa sekolah, puskesmas-puskesmas agar masyarakat bisa berobat dengan murah. Tapi ini ... se-milyar untuk dia sendiri sambil ketawa ketiwi hasil menggunakan kekuasaannya.
Bus masuk jalan tol, sepanjang tol saya arahkan pandanganku keluar jendela. Saya masih kesal sekali, dia (tuh anggota DPR), dipilih oleh rakyat untuk menjadi penyambung lidah dan hidup rakyat, tapi dia gunakan untuk memperkaya diri sendiri. Cuih ... muak sekali saya. Tapi saya berusaha menenangkan diri, tenang .. tenang .. tenang. Sesekali saya meng-amini pilihan saya, untung hingga kini partai yang saya salurkan suara satu saya itu tidak ada kadernya yang melakukan korupsi. Kalau terkena juga, mungkin benar-benar saya akan ikuti pilihan istri saya, tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Alasannya' " saya menilai belum ada partai yang baik bagi saya".
Ah... sudahlah, saya rasa kita harus benar-benar berhati-hati dalam memilih caleg-caleg yang tumbuh dimana-mana kaya jamur panu di kulit. Semua pamer muka, pamer poster, tempel poster seenaknya, paku sana paku sini, sampai-sampai di pohonpun dipaku. Beh ... masih caleg saja sudah tidak menghormati hukum dan etika, bagaimana nanti kalau sudah jadi anggota dewan, jangan-jangan jadi juga dia keparat negara.

You May Also Like

2 komentar

  1. itulah pekerjaan mereka so kan gaji mereka kecil bila di bandingkan dengan biaya yang mesti mereka keluarkan saat kapanye...
    olehnya itu kejadian ini ...???
    tapi satu kok masih banyak juga yang bela yah

    ReplyDelete
  2. makanya...pilih sesuai dgn istikhoroh, he...he...memangnya mo pilih jodoh, wee...
    Tapi yg harus diingat Pengadilan Akhirat tidak bisa dimanipulasi koq !

    ReplyDelete