Keunikan Galapagos

by - February 13, 2009

Kepulauan Galapagos adalah rumah bagi berbagai spesies binatang langka yang endemik di gugus pulau vulkanis yang terisolasi di Samudra Pasifik. Satwa dengan karakteristik berbeda dengan binatang serupa yang dijumpai Charles Darwin di Inggris itulah yang menjadi bukti kunci dalam studinya tentang evolusi spesies.

Darwin dan beberapa sahabatnya, termasuk Alfred Wallace, sudah lama tertarik pada proses pembentukan spesies dan membuat teori untuk menjelaskan perubahan itu. Namun, satwa-satwa aneh yang ditemukannya di Galapagos yang akhirnya mencerahkan benak Darwin dan menjadi dasar teori seleksi alam yang mengubah ilmu biologi selamanya.

Ketika naturalis Inggris muda itu mendarat di Pulau San Cristobal, Galapagos, pada 1835, dia membandingkan tempat yang panas dan berdebu tersebut dengan api neraka dan terkejut melihat binatang berbentuk ganjil yang kelihatannya tak takut kepada manusia.

Binatang liar yang hidup di Galapagos memang hampir tak pernah bersinggungan dengan manusia sehingga mereka tak punya alasan untuk takut. Ketika manusia pertama kali menginjak kepulauan itu pada 1535, satwa di sana telah menghabiskan ribuan tahun beradaptasi dengan lingkungan yang menjadi rumahnya.

Terletak 805 kilometer dari pantai barat Amerika Selatan, kondisi unik dari kepulauan yang terisolasi itu menciptakan beragam jenis binatang yang berbeda dengan kerabatnya di belahan dunia lainnya. Bahkan antarpulau pun menunjukkan ciri berlainan. Kura-kura raksasa, misalnya, tumbuh begitu besar karena nenek moyangnya, kura-kura kecil yang berenang dari daratan ke pulau itu, tidak perlu lagi bersembunyi karena tidak adanya predator di sana.

Darwin mengobservasi kura-kura raksasa, iguana, dan singa laut di Galapagos, tapi beragam spesies burung di pulau itu menangkap perhatiannya. Tak kurang dari 85 persen burung Galapagos tidak bisa ditemukan di tempat lainnya, termasuk burung finch, yang terkenal.

Ada 13 spesies burung finch yang endemik di Kepulauan Galapagos. Bentuknya serupa dengan burung finch di Eropa, kecuali ukuran dan bentuk paruhnya. Paruh itu membantu mereka mengeksplorasi sumber makanan yang berbeda di kepulauan tersebut. Beberapa di antaranya makan seperti burung pelatuk, ada pula yang menggunakan ranting untuk menggali serangga keluar dari lubang, sedangkan yang lain mematuki kutu dari punggung kura-kura.

Selama lima pekan pada 1835, Darwin melakukan observasi tentang burung-burung aneh di setiap pulau, namun belum punya gagasan apa pun tentang perbedaan itu. Baru pada 1839, Darwin berhasil menelurkan teorinya tentang seleksi alam setelah membandingkan hasil pengamatannya dengan hasil pengamatan rekannya sesama ilmuwan.

Dia menduga setiap binatang yang dikumpulkannya telah beradaptasi dalam lingkungan yang spesifik selama beberapa generasi karena nenek moyangnya memiliki karakteristik yang sesuai bagi kelangsungan hidupnya dan keturunannya. Gagasan bahwa binatang berkembang secara bertahap dari sederhana menjadi kompleks ini sebenarnya sudah dikemukakan naturalis lain pada akhir abad ke-18, namun mereka tak bisa menjelaskan bagaimana transformasi itu terjadi.

Seleksi alam yang terekam di Kepulauan Galapaogoslah membuktikan teori tersebut. Meski memiliki semua bukti, baru 20 tahun kemudian Darwin merasa cukup yakin untuk mempublikasikan bukunya yang termasyhur, The Origin of Species. (Koran Tempo, 12/02/2009)

You May Also Like

1 komentar

  1. wahhh gak bisa komentar apa2, hanya meresapi aja dan berresensi... top markotop

    ReplyDelete